Usai Tetapkan 5 Tersangka Korupsi Anggaran STKIP Bima, Polda NTB Masih Membidik Tersangka Baru
NTB - Penyidik Pidana Umum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) membidik tersangka baru dalam penanganan kasus dugaan penggelapan anggaran pada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima.
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Hari Brata mengatakan, bidikan tersebut menjadi bagian dari hasil perkembangan penyidikan dari penetapan lima tersangka sebelumnya.
"Jadi dari perkembangan penyidikan bisa saja akan ada tambahan tersangka. Nanti kita lihat dari hasil gelar perkara lanjutan," kata Hari Brata di Mataram dikutip dari Antara, Selasa, 27 Juli.
Lima tersangka dalam kasus ini berinisial HA, Ketua STKIP Bima periode 2016-2020; MF, Ketua Yayasan IKIP Bima periode 2019-2020; HM, Kepala Bagian Administrasi Umum Periode 2016-2019; AA, Kepala Bagian Administrasi Umun Periode 2019-2020; dan AZ, Wakil Ketua I Bidang Akademik Periode 2016-2019.
Baca juga:
- Viral Dokter di NTB Dituding ‘Mengcovidkan’ Pasien, Dinkes Membantah
- Penjualan Orang di Cianjur Meningkat, Paling Banyak Wanita 15-17 Tahun, Dijadikan PSK dan LC
- Kejati NTB Selamatkan Uang Negara Rp1,93 Miliar, Paling Tinggi dari Korupsi PNBP Asrama Haji di Embarkasi Lombok
- PPKM Level 4 Jakarta Diperpanjang, Anies: Jangan Pesimis, Kita Turunkan Kegawatan Situasi
Sebagai tersangka, mereka dijerat Pasal 374 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP yang ancaman hukumannya lima tahun penjara.
Kasusnya ditangani penyidik berdasarkan adanya Laporan Polisi Nomor LP/360/XI/2020/NTB/SPKT, Tertanggal 20 November 2020. Laporan tersebut berkaitan dengan adanya dugaan pidana penggelapan anggaran STKIP Bima.
Dari hasil gelar perkara pertama dalam tahap penyidikan, kelima tersangka terindikasi menggelapkan anggaran perguruan tinggi swasta itu dengan cara mengajukan permohonan rencana program yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perkuliahan. Mereka diduga kuat menggunakan anggaran itu untuk keperluan pribadi.
Dari hasil audit internal STKIP Bima, ada ditemukan kerugian yang nilainya mencapai Rp12,8 miliar. Itu berdasarkan hasil pemeriksaan berkas laporan pertanggungjawaban program tersebut.
"Tetapi berbeda dengan hasil penghitungan kami, nilai kerugian mencapai Rp19,3 miliar lebih," ujarnya.