Bagikan:

NTB - Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) memastikan pengusutan kasus dugaan penggelapan anggaran Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima terus berjalan.

"Kasusnya masih berproses, kami juga sudah berkoordinasi dengan PPATK untuk memastikan alat bukti tindak pidana TPPU (tindak pidana pencucian uang)-nya," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol Teddy Ristiawan di Mataram, Jumat.

Penguatan alat bukti tersebut, jelas dia, berkaitan dengan adanya penarikan anggaran yang dilakukan secara tunai. Aliran dari penarikan anggaran itu yang kini masuk dalam materi penyidikan.

"Jadi, dari hasil PPATK masih kami dalami. Karena kami belum dapat keterangan lengkap soal aliran anggarannya kemana saja," ujarnya.

Pihak kepolisian menangani kasus ini berdasarkan adanya laporan yang merujuk pada putusan pidana penggelapan anggaran yayasan STKIP Bima.

Dalam perkara tersebut, muncul angka kerugian yang cukup besar. Hal itu telah ditindaklanjuti pihak kampus dalam bentuk laporan kepolisian sehingga masuk dalam penanganan kasus TPPU.

Untuk kasus pidana pokok dari penggelapan anggaran yayasan STKIP Bima, telah diperoleh putusan berkekuatan hukum tetap dari Hakim Banding Pengadilan Tinggi NTB, tanggal 21 Juli 2022.

Dalam putusan di tingkat banding tersebut, hakim menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Raba Bima dengan nomor perkara 69/Pid.B/ 2022/PN Rbi tertanggal 31 Mei 2022.

Putusan pada pengadilan tingkat pertama telah menjatuhkan tiga terdakwa, yakni Muhammad Sopyan, tiga tahun penjara; Amran Amir, dua tahun penjara; dan Muhammad Fakhri, delapan bulan penjara.

Amran Amir, merupakan Mantan Ketua STKIP Bima periode 2016-2020. Kemudian Muhammad Fakhri Ketua Yayasan IKIP Bima periode 2019-2020, sedangkan Muhammad Sopyan, Kepala Bagian Administrasi Umum periode 2016-2019 dan Kepala bagian keuangan periode 2019-2020.

Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Raba Bima, menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan secara berlanjut melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

Putusan tersebut sesuai dengan dakwaan tunggal dari jaksa penuntut umum, yakni Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Namun, dalam putusan pidana tersebut tidak ada pernyataan yang membebankan tiga terpidana untuk mengganti kerugian yang muncul sesuai hasil audit independen pihak kampus senilai Rp19,34 miliar.