Dalam Kenormalan Baru, Tak Bisa Berlama-lama Lagi di Rumah Ibadah

JAKARTA - Menteri Agama Fachrul Razi akhirnya menerbitkan surat edaran Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah. Dalam edaran tersebut, sejumlah aturan peribadahan di rumah ibadah dalam kenormalan baru diatur sedemikan rupa untuk mencegah penyebaran COVID-19. 

Ada 11 kewajiban yang harus diterapkan setiap rumah ibadah --tanpa terkecuali. Salah satunya, adalah mempersingkat waktu kegiatan keagamaan di rumah ibadah.

"Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi ketentuan kesempurnaan beribadah," kata Fachrul saat membacakan 11 kewajiban rumah agama saat kenormalan baru yang disiarkan di YouTube BNPB, Sabtu, 30 Mei.

Selain itu, penanggungjawab rumah ibadah atau pengurus juga wajib mengawasi dan melaksanakan penerapan protokol kesehatan oleh umat, melakukan disinfeksi rumah ibadah secara berkala, membatasi jumlah pintu atau jalur keluar untuk memudahkan penerapan dan pengawasan protokol kesehatan, serta wajib menyediakan fasilitas cuci tangan lengkap dengan air dan sabun serta hand sanitizer di pintu rumah ibadah.

Tak hanya itu, mereka juga harus membuat surat pernyataan menyatakan siap menerapkan protokol kesehatan yang telah ditentukan.

"Pengurus atau penanggungjawab rumah ibadah wajib menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna rumah ibadah. Jika ditemukan pengguna rumah ibadah yang bersuhu di atas 37,5 derajat selama dua kali pemeriksaan dengan jarak lima menit, tidak diperkenankan memasuki rumah ibadah," tegasnya.

Kemudian, pengurus rumah ibadah harus menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai atau kursi dengan jarak minimal satu meter. Mereka juga harus melakukan pengaturan jumlah jemaah dan pengguna rumah ibadah yang berkumpul secara bersamaan. Tujuannya, agar upaya menjaga jarak bisa mudah dilakukan. 

"Pengurus atau penanggungjawab rumah ibadah wajib memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada tempat yang mudah terlihat," ungkap Fachrul.

Bagi umat yang berasal dari lingkungan luar rumah ibadah, pengelola harus menerapkan protokol kesehatan secara khusus bagi mereka.

Sedangkan untuk kegiatan sosial keagamaan seperti akad nikah maupun perkawinan, sambung Fachrul sejumlah aturan yang harus diikuti adalah memastikan semua yang hadir dalam keadaan sehat dan negatif COVID-19 serta pertemuan dilakukan dengan waktu seminimal mungkin.

"Dan membatasi jumlah peserta yang hadir maksimal 20 persen dari kapasitas ruang dan tidak boleh lebih dari 30 orang," tegasnya.

Gereja Katedral Jakarta (Angga Nugraha/VOI)

Siapa yang boleh beribadah di rumah ibadah di kenormalan baru?

Menag Fachrul menjelaskan kriteria masyarakat yang boleh beribadah di rumah ibadah di tengah kenormalan baru nanti. Pertama, umat dipastikan harus dalam kondisi sehat. Selanjutnya, mereka juga harus beribadah di rumah ibadah yang telah memiliki surat keterangan aman COVID-19 dari pihak yang berwenang.

"(Umat) menggunakan masker atau masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah," kata Fachrul.

Kemudian, mereka yang melaksanakan kegiatan keagamaan di rumah ibadah harus dipastikan sering mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer. Umat juga harus menaati aturan menjaga jarak aman dan tak melakukan kontak fisik seperti bersalaman atau berpelukan.

"Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah ibadah selain untuk kepentingan ibadah yang wajib," tegasnya.

Selanjutnya, dia juga melarang anak-anak ataupun orang lanjut usia yang rentan terpapar tinggi untuk beribadah di rumah ibadah demi mencegah risiko tertular virus ini. Dia juga meminta semua umat di rumah ibadah ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di rumah ibadah sesuai ketentuan.

Adapun rumah ibadah yang diperkenankan melaksanakan kegiatan keagamaan adalah mereka yang menunjukkan angka tingkat penularan (Ro) dan angka Effective Reproduction Number atau Rt yang mendukung serta kawasan yang dipastikan bebas dari COVID-19.

Pendukung fakta tersebut, kata Menag, bisa diperoleh dari Surat Keterangan Rumah Ibadah Rawan COVID-19 dari Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Provinsi maupun kabupaten, kota, kecamatan yang sesuai dengan tingkatan rumah ibadah yang dimaksud.

Surat ini juga tak semata-mata langsung dikeluarkan namun juga akan dikoordinasikan dulu dengan Forkompida dan majelis agama serta instansi terkait di wilayah masing-masing.

"Surat keterangan ini akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang berlaku," ungkapnya.

Sanksi ini kata dia sengaja diberikan agar pengurus rumah ibadah tetap proaktif dan bertanggungjawab menegakkan disiplin. “Rumah ibadah harus menjadi contoh terbaik pencegahan persebaran COVID-19,” pungkasnya.

Warga yang sedang salat di Masjid Istiqlal (Angga Nugraha/VOI)