Komisi VI DPR ke Dirut Garuda Irfan Setiaputra: Mending Kemplang Lessor daripada Pecat Pegawai
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI Mohammad Haekal meminta Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk berani melakukan negosiasi dengan pihak lessor. Menurut dia, masalah lessor ini memang sudah menjadi polemik sejak lama di tubuh Garuda.
"Tapi at the end of the day setelah semua diperketat ya tinggal satu urusan lessor. Saya tanya kenapa lessor tidak diuta- atik, mereka bilang 'wah berat Pak, mereka kuat secara hukum'," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 21 Juni.
Menurut Haekal, hukum itu kuat kalau tidak ada unsur korupsinya. Sementara, jika terdapat unsur korupsinya apapun bisa dibatalkan. Karena itu, masalah yang saat ini harus diatasi adalah menghadapi lessor.
"Kalau perlu Bapak minta audit BPK dengan tujuan tertentu lah untuk membantu negosiasi dengan lessor. Kalau BPK menyatakan bahwa memang ada kerugian negara di situ, kita bawa. Itu modal kita untuk ke pengadilan di luar negeri," jelasnya.
Haekal menegaskan bahwa apapun yang terjadi Garuda tidak boleh tutup seperti maskapai pelat merah lainnya. Sebab, jika Garuda tutup bisnis airlines akan dikuasai oleh satu group yakni Lion Group milik Rusdi Kirana.
"Kita mau desak kepada Menteri BUMN apakah ini garuda mau mati, apakah kita ikhlas, gitu kan. Ataupun membentuk monopoli, tadinya Garuda yang punya monopoli kita serahkan ke yang lain," ucapnya.
Karena itu, kata Haekal tak ada jalan keluar selain menghadapi lessor. Menurut dia, DPR bisa saja membantu Garuda keluar dari masalah dengan memberi pemberian modal negara (PMN). Namun hal ini tidak bisa dilakukan. Pasalnya, PMN bukan diperuntukan untuk menutupi dosa masa lalu.
"Tidak ada jalan keluar. Kemplang, kemplang deh ini lessor. Daripada menghadapi karyawan bilang 'kalian terpaksa kita pecat', lebih baik mending si lessor-lessor ini mecat si bule-bule yang bantu korupsi itu," tegasnya.
Baca juga:
- Tak Mampu Bayar Bunga Surat Utang Global, Garuda Indonesia: Walau Berat, tapi Kami Harus Tunda
- Serikat Karyawan Garuda Indonesia Tidak Permasalahkan Tunggakan Gaji Rp327 Miliar: Kami Siap Berkorban Jaga Kelangsungan Perusahaan
- Citilink Cetak Sejarah Hari Ini 4 Juni, Maskapai Pertama yang Terbang Komersial di Bandara Jenderal Soedirman Purbalingga
- Hancur-hancuran Garuda Indonesia, Punya Utang Rp70 Triliun, Kurangi Armada Pesawat hingga Tawarkan Pensiun Dini
Dalam kesempatan yang sama, anggota komisi VI Fraksi PAN Nasril Bahar berharap Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra bisa berani mengambil langkah yang tepat untuk menyehatkan kembali Garuda.
"Meminta keberanian Pak Dirut untuk mengibarkan merah putih. Tidak ada opsi lain, merah putih harus berkibar dan Garuda harus terbang," ucapnya.
Lebih lanjut, Nasril juga mendukung manajemen Garuda menyelesaikan persoalan demi persoalan yang terjadi di masa lalu.
Seperti diketahui, maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang dilanda masalah utang yang sangat besar. Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan maskapai penerbangan pelat merah ini mulai dari mengeluarkan program pensiun dini hingga memangkas jumlah komisaris.
Garuda Indonesia (GIAA) memang memiliki rapor merah dalam aspek keuangan, di antaranya nilai utang pada 2021 yang mencapai Rp70 triliun dan dapat terus bertambah seiring dengan lesunya bisnis penerbangan imbas pandemi COVID-19.
Bahkan, dalam sebulan Garuda Indonesia rugi 100 juta dolar AS. Sebab, beban biaya operasional maskapai pelat merah ini sebesar 150 juta dolar AS per bulan, sedangkan pendapatan hanya mencapai 50 juta dolar AS.