Dikritik karena Kebut Pembahasan, DPR: RUU Minerba Disiapkan Sejak 2016
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lagi-lagi mendapat kritik. Kali ini, mengenai revisi undang-undang (RUU) Minerba. DPR dinilai mengebut pembahasan RUU tersebut. Pasalnya, RUU ini belum terlalu urgen untuk dibahas di tengah adanya pandemi virus corona atau COVID-19. RUU ini juga diminta untuk tidak buru-buru disah-kan.
Ketua Panitia Kerja RUU Minerba Bambang Wuryanto, membantah kritik publik yang menyebut DPR mengebut pembahasan RUU Minerba. Menurut dia, pembahasan mengenai RUU ini sudah berjalan cukup lama.
"Saya kasih prolog dulu tentang perjalanan revisi UU Minerba ini. Banyak sekali yang menanyakan saya melalui WA (WhatsApp) dan media massa kenapa ini pembahasannya terlalu cepat. Jawaban kami, bahwa RUU Minerba disiapkan sejak 2016," katanya, dalam rapat kerja Komisi VII dengan Kementerian ESDM secara virtual, Senin, 11 Mei.
Bambang menyebut pihak yang menganggap DPR mengebut pembahasan RUU Minerba, tidak paham mekanisme perundang-undangan.
"Yang menanyakan 938 daftar inventaris masalah (DIM) kok dibahas cepat sekali. Ini berarti kurang paham mekanise pembahasan perundang-undangan, musti paham dulu jangan kemudian menghukum," tuturnya.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, pembahasan RUU Minerba bisa dilakukan dengan cepat lantaran banyaknya DIM yang tumpang tindih atau mirip. Sehingga tidak perlu dibahas kembali. Setelah dibahas akan mengerucut sebanyak 29 masalah dari 938 masalah.
Bambang juga membantah, DPR RI bergerak sendiri menyelesaikan RUU Minerba. Meski lembaga legislatif ini punya kewenangan penuh membuat UU, tapi harus ada harmonisasi dengan pemerintah sebagai eksekutif.
"Anggota DPR berkuasa penuh membentuk UU. Pembahasan ayat berikutnya atas hal tersebut bersama pemerintah. Jadi yang punya kewenagnan DPR. Namun ini negara Pancasila harus diharmonisasikan dengan baik," jelasnya.
Di sisi lain, Bambang menegaskan, bagi pihak yang tak setuju dengan isi dalam RUU Minerba ini, dipersilakan mengajukan Judicial Review. "Jadi enggak usah WA bombardir ke anggota panja. Mohon maaf, ini namanya teror," tuturnya.
Bambang juga membantah, adanya sentimen dalam pembahasan RUU Minerba yang dianggap kontoversial ini. Pembahasan RUU tersebut, kata Bambang, bukan atas dasar suka atau tidak suka.
“Semua didiskusikan Panja Minerba. Kawan-kawan di luar sana paham itu dinamika DPR tidak ada DPR suka-suka, pemerinta suka-suka, tidak ada," jelasnya.
Menguntungkan Pengusaha
Sekadar informasi, RUU Minerba ini termasuk dalam salah satu rencana beleid yang mendapat protes besar-besaran dalam aksi mahasiswa pada September 2009 karena dinilai terlalu membela kepentingan taipan batu bara. Tidak cuma mahasiswa, sejumlah pakar pun menilai belum ada urgensi untuk mengesahkan RUU ini. Apalagi kondisi pandemi masih harus dilalui bangsa ini.
Ekonom Faisal Basri menilai, RUU Minerba yang diinisiasi DPR akan memberikan keuntungan kepada para pengusaha batubara tanah air. Salah satu poin kemudahan yang disoroti antara lain adalah berkaitan dengan perpanjangan kontrak.
Dengan revisi beleid itu, Faisal melihat, ada pasal yang membuat perpanjangan kontrak tidak lagi perlu lewat lelang. Di samping itu, beleid ini juga disebut bakal membuat pengajuan perpanjangan kontrak diperpanjang dari dua tahun menjadi lima tahun.
Faisal menilai, ada keinginan sejumlah kalangan akan terbitnya revisi beleid ini berkaitan dengan akan akan habisnya enam kontrak karya di sepanjang periode 2020-2025. Enam perusahaan ini, tutur dia, adalah perusahaan besar yang menguasai hampir 70 persen produksi nasional.
Faisal kurang sepakat dengan langkah dewan menggeber pembahasan revisi beleid itu. Ketimbang itu, ia lebih mendukung pemerintah mengembalikan dan mengutamakan konsistensi penerapan UU Minerba yang kini masih berlaku.