Harga Kedelai Dunia Turun Tapi Harga Tahu Tempe Belum Turun, Kok Bisa?

JAKARTA - Harga kacang kedelai dunia pada minggu ini mengalami penurunan dibandingkan minggu sebelumnya. Namun, harga di dalam negeri masih sangat tinggi. Imbas tingginya harga kedelai membuat pengrajin menghentikan produksi hingga menaikkan harga jual. Karena itu, Kementerian Perdagangan meminta para importir kedelai menyesuaikan harganya.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan penyesuaian harga kedelai impor ini bertujuan agar para pengrajin tempe dan tahu bisa terus berproduksi.

"Harga kedelai dunia sudah mengalami penurunan. Kami minta dukungan para pelaku usaha, khususnya importir kedelai untuk menjaga harga kedelai impor agar harga tahu dan tempe di tingkat pengrajin tetap stabil," katanya dalam keterangan resmi, Senin, 31 Mei.

Oke mengatakan pihaknya mengapresiasi komitmen para pelaku usaha kedelai dalam menjaga ketersediaan dan stabilitas harga kedelai pada puasa dan Lebaran 2021 lalu.

Berdasarkan data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai mulai menunjukkan tren penurunan. Pada minggu keempat Mei 2021, harga kedelai berada di kisaran 15,04 dolar AS per bushels atau Rp 9.220 per kilogram (kg) landed price, turun 5,1 persen dari minggu sebelumnya yaitu 15,86 dolar AS per bushels atau Rp9.604 per kg landed price. 

Menurut Oke, harga kedelai dunia berpotensi terus menurun. Hal ini karena beberapa negara produsen telah memasuki masa panen.

"Hal ini akan berdampak pada penyesuaian sementara harga tahu dan tempe sebesar 10 hingga 15 persen," ucapnya.

Oke berharap adanya penurunan harga kedelai dunia dapat disikapi secara positif oleh para pelaku usaha kedelai dalam negeri baik importir, distributor, maupun pengrajin tahu dan tempe. Hal itu dilakukan untuk menjaga kelangsungan usaha tahu dan tempe nasional.

 

Kemendag akan pantau pergerakan harga

Oke menegaskan, Kementerian Perdagangan secara periodik akan terus memantau dan mengevaluasi pergerakan harga kedelai dunia baik ketika terjadi penurunan maupun kenaikan harga. Pemerintah akan memastikan harga kedelai di tingkat pengrajin tahu dan tempe, dan harga di pasar tetap terjangkau masyarakat.

"Kami mengimbau pada para importIr untuk memastikan dan tetap menyalurkan stok kedelai secara rutin kepada seluruh pengrajin tahu dan tempe, termasuk anggota Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) di Puskopti provinsi maupun kabupaten/kota," katanya.

Kementerian Perdagangan akan memastikan distribusi kedelai terus dilakukan agar tidak terjadi ketiadaan stok. Dalam tiga bulan mendatang, importir akan menyalurkan kedelai paling sedikit 5.000 ton per bulan untuk memenuhi kebutuhan pengrajin tahu dan tempe.

Nantinya, kata Oke, para anggota Gakoptindo dapat mengambil secara langsung dari gudang importir. Menurut dia, kerja sama penyaluran kedelai ini diharapkan akan jadi momentum bagi kebangkitan gairah pengrajin tahu tempe nasional untuk terus berproduksi.

"Sehingga, masyarakat masih akan terus mendapatkan tahu dan tempe sebagai sumber protein dengan harga terjangkau," jelasnya.

[/read_more page]

Harga di tingkat nasional masih tinggi

Harga kedelai di tingkat nasional masih tinggi, meskipun harga di tingkat global sudah mulai mengalami penurunan. Imbas tingginya harga kedelai, pengrajin tempe dan tahu di kota Bandung memutuskan mogok produksi. Salah satunya di sentra tahu Cibuntu, para pekerja pengolahan kedelai mulai berhenti pada 28 Mei.

Mereka mengikuti surat edaran Paguyuban Tahu Tempe Jawa Barat yang menyatakan bahwa para perajin tahu dan tempe sepakat meliburkan produksi dan jualan selama tiga hari sampai Minggu, 30 Mei.

Seusai aksi Mogok produksi yang digelar pengrajin tahu di Bandung harga tahu mengalami kenaikan antara 10 hingga 25 persen atau berkisar antara Rp500 hingga Rp1.000 per bungkus. Para pedagang terpaksa menaikkan harga jual untuk menyiasati bahan baku yang masih mahal.

Tak hanya di Bandung, kenaikan harga kedelai juga terjadi di Boyolali. Tingginya harga bahan baku pembuatan tempe dan tahu ini membuat pengrajin mengurangi prodiksinya.

Seorang pengrajin tahu di Desa Benden, Banyudono, Boyolali, Tanto (56) mengatakan harga kedelai di Pasar Boyolali kini masih tinggi yakni dijual hingga Rp11.000 per kilogram (kg) atau naik Rp1.000 per kg sehingga banyak pengusaha tahu yang menurunkan produksinya.

Tanto menjelaskan harga kedelai di Boyolali jelang Lebaran awalnya dijual Rp9.000 per kg kemudian naik menjadi Rp10 ribu per kg dan kini naik lagi menjadi Rp11 ribu per kg. Perajin tahu banyak yang khawatir dengan tingginya harga kedelai usahanya bisa gulung tikar.

Karena itu, Tanto mengaku untuk menyiasati tingginya harga bahan baku tersebut terpaksa menaikkan harga jual tahu. Harga tahu semula dijual Rp40 ribu per cetak kini dinaikan menjadi Rp45 ribu per cetak. Setiap cetak tahu bisa dipotong-potong menjadi 200 biji. Ia juga terpaksa mengurangi produksinya.

"Saya menurunkan produksi tahu karena juga berdampak turunnya permintaan pasar baik pembeli maupun para pedagang," katanya, saat diwawancarai Antara, Minggu, 30 Mei.

Produsen tempe dan tahu minta Bulog impor kedelai

Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) meminta pemerintah mengatur perdagangan kedelai, dengan mengizinkan Bulog atau koperasi Kopti melakukan improtasi kedelai.

Sekadar informasi, saat ini, importasi kedelai murni hanya dilakukan oleh pihak swasta, sehingga terjadi fluktuasi harga.

"Pemerintah harus memperbaiki perdagangan kedelai ini, dengan mengatur kuota impor. Misalnya 70 persen oleh swasta dan 30 persen oleh pemerintah atau kami," tutur Sekjen Kopti Hugo Siswaya, Senin, 31 Mei.

Menurut dia, harga kedelai Bulog nantinya berfungsi untuk mengontrol harga di pasaran, layaknya komoditas lainnya seperti beras dan gula pasir.

"Sekarang kan kuota impor kedelai di pegang swasta semua, jadi kami sekarang posisinya hanya menunggu kebaikan hati importir agar harga kedelai bisa kembali terjangkau," ucapnya.