Di Balik Kasus Besar yang Selamatkan Wajah KPK Usai Revisi UU Menurut Eks Jubir Febri
JAKARTA - Wajah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah revisi undang-undang dan pimpinan baru dinilai terselamatkan oleh penyelidik dan penyidik yang terancam karena Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Demikian disampaikan mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) kasus besar dipimpin penyidik yang dikabarkan tidak lolos TWK.
"Jadi gini.. OTT kasus besar yg msh selamatkan muka KPK pasca Revisi UU & Pimpinan baru trnyata ditangani Penyelidik/Penyidik yg justru terancam disingkirkan gara2 tes wawasan kebangsaan yg kontroversial," kata Febri seperti dikutip dari akun Twitter miliknya @febridiansyah, Selasa, 11 Mei.
Menurut dia, sejumlah OTT kasus besar itu antara lain yang melibatkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, dan eks Caleg PDIP Harun Masiku. Kemudian OTT di Kementerian Sosial terkait bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Batubara.
Selain itu, OTT izin ekspor benur atau benih lobster yang menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, serta sejumlah OTT lain seperti OTT Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah hingga Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat yang paling terbaru.
Sehingga, dia menilai, upaya menyingkirkan pegawai semacam ini akan berbahaya. Apalagi jika sampai dapat mengintervensi penanganan kasus korupsi.
"Jangan smpai jd cara baru, jika penyidiknya galak, maka dg mudah diganti. Hal inilah yg dikhawatirkan sjk Revisi UU KPK dilakukan. Ancaman thd independensi," tegasnya.
Baca juga:
- Jadi Ahli Sidang Rizieq Shihab, Refly Harun: Tidak Perlu Ada Pidana Kalau Sudah Disanksi Denda
- Mengeluh Panas Sekali di Penjara, Ferdinand ke Rizieq Shihab: Sabar Ya, Buktikan dan Jangan Mengeluh!
- Rizieq Shihab 'Curhat' Cape, Lelah, Panas di Ruang Sidang, Ferdinand: Lha, Katanya Singa Gurun
- Hakim Cecar Shabri Lubis Bertahan di FPI: Saudara Dapat Dana?
Baru-baru ini KPK bersama Bareskrim Polri melakukan OTT terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat karena diduga menerima suap terkait jual-beli jabatan.
Operasi senyap ini dikabarkan dipimpin oleh penyidik antirasuan yang tidak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penyidik KPK itu bernama Harun Al Rasyid. Dia adalah salah satu dari 75 orang yang tak lolos TWK.
Adapun penanganan kasus yang menjerat Bupati Nganjuk Novi Rahman lantas diserahkan dari KPK ke Bareskrim. Alasannya, sejak awal operasi ini memang dilakukan tim gabungan KPK-Bareskrim.
Dalam kasus ini, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan tujuh tersangka. Sebagai penerima, yakni Novi Rahman Hidayat (NRH) dan M Izza Muhtadin (MIM) selaku ajudan Bupati Nganjuk.
Sedangkan pemberi suap, yaitu Dupriono (DR) selaku Camat Pace, Edie Srijato (ES) selaku Camat Tanjunganom dan Plt Camat Sukomoro, Haryanto (HR) selaku Camat Berbek, Bambang Subagio (BS) selaku Camat Loceret, dan Tri Basuki Widodo (TBW) selaku mantan Camat Sukomoro.
Barang bukti yang sudah diperoleh berkaitan kasus tersebut, yaitu uang tunai sebesar Rp647.900.000 dari brankas pribadi Bupati Nganjuk, delapan unit telepon genggam, dan satu buku tabungan Bank Jatim atas nama Tri Basuki Widodo.
Modus operandi yang dilakukan adalah para camat memberikan sejumlah uang kepada Bupati Nganjuk melalui ajudan Bupati terkait mutasi dan promosi jabatan mereka serta pengisian jabatan tingkat kecamatan di jajaran Kabupaten Nganjuk. Selanjutnya, ajudan Bupati Nganjuk menyerahkan uang tersebut kepada Bupati Nganjuk.