KUA-PPAS Disahkan, DKI Efisiensi Anggaran
JAKARTA - Perencanaan APBD DKI dalam kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) tahun 2020 telah disahkan.
Pengesahan tersebut tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan pimpinan DPRD DKI.
Pengesahan KUA-PPAS lebih cepat sehari dari perencanaan yang ditarget esok hari. Hal ini karena pembahasan KUA-PPAS di Badan Anggaran telah selesai dalam dua hari terakhir.
"Dengan sudah adanya kesepakatan ini, insyaallah kita bisa lebih cepat memproses (perencanaan anggaran) sehingga lebih cepat APBD-nya," ucap Anies di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis, 28 November.
Setelah ini, Pemprov DKI masih perlu memasukkan komponen dalam tiap mata anggaran yang diajukan. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mesti mengutak-atik rincian anggaran karena nominal yang disahkan berkurang dari yang diajukan.
Awalnya, pengajuan anggaran hasil pembahasan antara Pemprov DKI dan Komisi di DPRD memperoleh hasil sebesar Rp89,3 triliun. Kemudian, Pemprov DKI memprediksi pendapatan daerah pada tahun hanya sebesar Rp87,129 triliun.
Lalu, dalam rapat Badan Anggaran, DPRD mendesak Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) menambahkan target penerimaan daerah hingga akhir tahun, bertambah Rp 800 miliar.
Sektor pajak yang mesti digenjot antara lain Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Hotel, Pajak Parkir, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sisanya, Pemprov DKI diminta untuk menaikkan pendapatan retribusi daerah.
Tak hanya itu, DPRD juga memangkas beberapa mata anggaran belanja daerah, seperti dana subsidi untuk transportasi dipangkas Rp1,2 triliun, dana penyertaan modal daerah PT JakPro dipangkas Rp400 miliar. Kemudian, ada pembiayaan perumahan turun menjadi Rp500 miliar.
Hasilnya, total anggaran KUA-PPAS yang disepakati jatuh sebesar Rp87.956.148.476.363 (Rp87,9 triliun).
Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menjelaskan, pemangkasan rancangan anggaran ini mungkin mengganggu program kerja yang telah direncanakan. Namun, Prasetio meminta kepada Pemprov DKI memaksimalkan efisiensi anggaran untuk program prioritas.
Misalnya soal anggaran Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah (FPPR) yang dipangkas dari Rp2 triliun menjadi hanya Rp500 miliar. Padahal, anggaran ini direncanakan akan menambah jumlah unit perumahan DP 0 Rupiah oleh PD Sarana Jaya.
Prasetio meminta SKPD tidak membeli lahan lagi. Dia menjelaskan, kebijakan DP 0 Rupiah nanti akan digeser dengan memanfaatkan rumah susun (rusun) di Jakarta. Menurut dia, ada aset lahan milik PD Pasar Jaya yang bisa digunakan.
"Daripada kita beli tanah baru untuk membuat perumahan, mending tinggal bangun seperti di Pasar Rumput. Tapi, fasilitasnya tidak ada parkir mobil, parkir motor aja. Kalau ada parkir mobil nanti yang masuk (ke perumahan) itu bukan sasaran kita," tutur Prasetio.