DPR Minta BPOM Jelaskan Penghentian Pengembangan Vaksin Nusantara untuk Vaksinasi Massal
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menyayangkan pengembangan vaksin Nusantara untuk kepentingan vaksinasi massal dihentikan.
Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian berbasis pelayanan sel dendritik.
"DPR terus mendorong pemerintah bersama BPOM untuk memberikan penjelasan secara gamblang kepada masyarakat mengenai kesepakatam penghentian pengembangan vaksin Nusantara untuk keperluan vaksinasi massal," ujar Azis, Selasa, 20 April.
Politikus Golkar itu berharap, adanya kejelasan dari pemerintah dapat menyelesaikan kegaduhan yang terjadi beberapa waktu lalu terkait pengembangan vaksin Nusantara.
"DPR juga mendukung Kemenkes dalam mengawasi kelanjutan pengembangan vaksin Nusantara, hal ini diharapkan tidak mematikan semangat anak bangsa untuk berinovasi khususnya di bidang medis," tegas Azis.
Namun, DPR tetap mengapresiasi langkah Kemenkes dan BPOM yang bersedia melanjutkan pengembangan vaksin Nusantara untuk penelitian. Menurutnya, Vaksin Nusantara memang seyogyanya terus dilanjutkan diiringi dengan publikasi ilmiah, baik nasional maupun internasional.
Dengan adanya jurnal ilmiah baik nasional dan juga internasional, kata Azis, semua pihak terkait bisa dan terbuka melakukan kajian-kajian.
"Lanjutkan saja sehingga bisa menghindarkan penilaian negatif. Tentu dibarengi dengan jurnal ilmiah agar publik juga mengetahui. Kalau hanya mengedepankan pendapat dan saran maka tidak akan ketemu poinnya. Sekarang banyak kalangan tidak dalam kapasitas mengkaji sesuai keilmuan kesehatan tapi ikut berkomentar," terang Azis.
"Sejak awal saya menyarankan untuk duduk bersama, lakukan dialog dan komunikasi antarpihak terkait sehingga dapat dicapai pemahaman bersama, guna mengetahui sekaligus memperbaiki apa-apa saja yang dirasa perlu dilengkapi dan disempurnakan," sambung mantan ketua Komisi III DPR itu.
Azis mengingatkan, guna mempercepat penanganan COVID-19 di Indonesia, pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tanggal 3 September 2020 telah membentuk Tim Pengembangan Vaksin COVID-19.
Baca juga:
- Update COVID-19 per 20 April: Kasus Baru 5.549, Akumulasi 1.614.849 Kasus
- Nama KH Hasyim Asy'ari Hilang dari Kamus Sejarah, PBNU Protes dan Minta Pelakunya Ditindak
- Airlangga Hartarto Tegaskan PPKM Mikro Dorong Optimisme dan Dongkrak Daya Beli Masyarakat
- KSAD: Saya Terbuka dan Tidak Bohong, Tiap Tahun Banyak Prajurit TNI yang Membelot
Tim itu bertugas mengembangkan vaksin COVID-19 produksi dalam negeri yang diberi nama Vaksin Merah Putih. Vaksin dalam negeri bertujuan untuk menciptakan kemandirian pemenuhan kebutuhan vaksin COVID-19 ke depannya.
Riset Vaksin Merah Putih dilakukan oleh enam lembaga dalam negeri, yakni Lembaga Eijikman, LIPI, UI, UGM, ITB dan Unair. Sementara untuk uji klinis, produksi dan pendistribusian diserahkan kepada perusahaan BUMN PT Bio Farma.
"Kami berharap langkah yang dilakukan dapat mengakomodir keinginan para peneliti yang merupakan anak bangsa yang telah berpartisipasi untuk menemukan vaksin dalam rangka penanganan COVID-19 di Indonesia dan mengantisipasi kekurangan vaksin di Indonesia," ujar Azis.
Nota kesepahaman (MoU) terkait penelitian berbasis pelayanan sel dendritik antara Kementerian Kesehatan, Kepala Staf TNI AD dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah dilakukan.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, penelitian nantinya dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
Ke depan, hasil penelitian vaksin Nusantara hanya digunakan untuk kepentingan tertentu, bukan untuk komersial dan vaksinasi massal.