Dimulai dengan Senyap Mei 2023, Heboh Januari 2025

JAKARTA - Pagar laut Tangerang mulai dibangun pada awal Mei 2023. Pola kerjanya dimulai dari daerah perbatasan Kabupaten Tangerang dengan Kabupaten Serang. Tepatnya di Desa Tanara, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang. Semuanya dimulai dengan senyap!
Menurut salah satu warga Desa Tanara, awalnya pekerjaan itu ditawari oleh mantan kepala desa. Namun sebelum dimulai pekerjaan pembangunan pagar laut tersebut, masyarakat desa sempat ingin melakukan aksi demo pada pertengahan bulan Mei 2023. Pasalnya, sebagian masyarakat desa yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan merasa rugi karena perlu tambahan solar untuk melaut.
Namun aksi demo terkait pembangunan pagar laut itu terdengar oleh mantan kepala desa. Dan dia berusaha membujuk warga untuk membatalkan aksi tersebut dengan menawarkan kompensasi berupa uang senilai Rp. 25 juta.

"Saya tidak ingin menyebut namanya demi keselamatan. Saya ini orang kampung namun bersedia memberikan bukti kwitansi pembayaran yang diberikan mantan kepala desa tersebut. Di dalam kwitansi itu ada namanya." kata sumber VOI.
Sumber itu menyebutkan dirinya juga ikut membangun pagar dari bambu itu di laut. Menurut dia, bayaran untuk pekerjanya diatur oleh mantan kepala desa secara borongan. Dan yang mengerjakan itu bisa mencapai 50 orang. Para pekerja itu tidak mengetahui siapa perusahaan yang menggunakan tenaga mereka.
Baca juga:
"Waktu itu ya karena borongan bayarannya per hari Rp 35 ribu untuk satu orang. Kita tidak tahu siapa perusahaannya karena sudah diatur oleh mantan kepala desa itu. Kita hanya bekerja saja. 1 meter itu terdiri dari tiga sampai empat bambu dengan kedalaman 3o meter," katanya kepada VOI.
Pekerjaan pembangunan pagar laut di desa Tanara ini merupakan gelombang kedua. Di mana pekerjanya itu diambil dari masyaraka desa. Pihak pengembang meminta tolong kepala desa untuk mengarahkan dan merayu masyaraka lokal untuk mau turut serta membangun pagar laut.
Warga Desa Tanara lainnya, Mahesa mengatakan keengganan warga untuk mengungkap nama dari mantan kepala desa itu disebabkan hebohnya pemberitaan pagar laut di Tangerang. "Mereka tidak ingin tersangkut dalam urusan hukum, tolong dipahami," katanya kepada VOI.
Pekerja lainnya yang bernama Budi (nama samaran) mengaku mulai bekerja memasang pagar sejak dari Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk, Banten. Budi menegaskan saat mengerjakan pagar itu terdiri dari banyak orang yang terbagi dalam 5 kelompok. Masing-masing pemimpin kelompok diambil dari warga yang berdekatan dengan Desa Marga Mulya.
"Masing-masing pemimpin kelompok itu memberikan tugas kepada anggotanya setiap hari untuk mengerjakan apa saja. Tugasnya itu terdiri dari pasang bambu sesuai kordinat yang diberikan, ada yang pasang bale, dan ada yang pasang baling=baling. Targetnya dalam seminggu itu harus 200 meter sudah rampung," katanya Budi kepada VOI, Senin, 20 Januari.
Perwakilan nelayan di Tangerang memiliki pandangan beragam mengenai dampak langsung keberadaan pagar laut di wilayah mereka. Kholid nelayan asal Serang, mengeluhkan adanya pagar laut itu dari sisi bahan bakar untuk melaut jadi bertambah, karena mereka harus memutar dalam mencari ikan. Selain itu tonggak bambu yang terpasang juga membahayakan perahu nelayan. Kerusakan perahu tersebut disinyalir disebabkan baling-baling yang terpasang di dekat tonggak bambu akibat ombak laut.
"Kalau sudah tahu melanggar kenapa gak dicabut? ia meminta ada penegakan hukum. Warga aja yang memetik pohon di hutan lindung langsung dihukum ini kok, masih harus menunggu 20 hari. Itu sudah jelas-jelas memagar kok belum ditindak." ujarnya kepada VOI, Senin, 21 Januari.
Berbeda dengan perwakilan dari Jaringan Rakyat Pantura (JRP), Tarsin mengaku tak merasa terganggu dengan keberadaan pagar bambu. kami berkegiatan biasa. Bahkan mereka mengaku, pagar laut dibangun secara swadaya oleh masyarakat bertujuan untuk menambah penghasilan melalui budidaya kerang hijau dan berfungsi sebagai pemecah gelombang untuk mencegah abrasi. Ia menambahkan bahwa pagar tersebut juga berperan sebagai penanda batas perairan dangkal bagi masyarakat setempat.
Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan (Kiara) Susan Herawati yang telah meneliti keluhan nelayan di kawasan itu menyebutkan dengan adanya pagar dari bambu itu jelas merugikan kelompok nelayan. Pasalnya mereka harus memiliki tambahan solar, karena harus memutar untuk mencari jalan keluar, lebih jauh ada ongkos yang ditambahkan. tidak mungkin tidak ada kerugian, bambu itu ada pemberat yang diisi oleh pasir. "Laut dipagar sudah pernah kita laporkan ke (Kementerian Kelautan Perikanan (KKP)," katanya Sekjen Kiara Susan Herawati.
Namun hanya saja belum jelas pihak yang berani mengakui kepemilikan pagar laut. Sejumlah pihak tak berani secara terbuka mengakui. Puluhan bambu diturunkan dari lima truk di daerah Kronjo. Mereka membangun dan menancapkan pagar saat malam. Tetapi warga nelayan di sana tidak jelas peruntukannya bamboo itu, masyarakat sejak Agustus 2024 sempat mengadukan pembangunan pagar- pagar itu ke KKP namun hingga ramai tak memperoleh kejelasan. Siapa pihak yang bertanggung jawab. Sampai berita itu diributkan masyarakat.
Walhi Ungkap Pagar Laut Terhubung Rencana Reklamasi
Namun pernyataan nelayan dari JRP sepertinya hanya alibi dan dibantah oleh Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna. Menurutnya alasan itu mengada ada. Tidak ada teorinya pemecah ombak dengan bambu, orang tahu kalau ingin memecah ombak dengan tanaman mangruf, waru dan Ketapang.semakin lama akan bisa melindungi tsunami. jadi ia meyakini pernyataan dari JRP dipastikan tidak valid, ia menduga orang orang JRP bagian dari pihak pemilik modal yang mendanai mereka.
Dengan tegas Mukri menunjuk pagar laut ini sudah bisa disimpulkan tujuan akhir terkait dengan bisnis reklamasi. Kesimpulan berdasarkan berdasarkan temuan 6 dokumen yang diperolehnya berupa dokumen dan peta. Dokumen dokumen itu antara lain dokumen Perda Tata Ruang No 13 tahun 2011 hingga 2031. Tentang rencana strategis tentang wilayah Tata Ruang wilayah Pesisir, dokumen Penyesuaian Rencana Jangka Panjang, Penyesuaian Tata ruang untuk tahun 2025-2055.
"Ini adalah motif untuk reklamasi. Ini dapat kami pastikan, sumber kita dapat dari 6 sumber dokumen." katanya Mukri saat dihubungi Voi, 19 Januari. Lebih jauh Mukri menambahkan fungsi pemasangan pagar itu sebagai penanda batas wilayah reklamasi. Dan akan diurug.
Perda tata ruang N0 13, tentang tata ruang Kab Tangerang 2011, Rencana strategis tentang wilayah Tata Ruang wilayah Pesisir, Dokumen Penyesuaian Rencana Jangka Panjang, untuk tahun 2025-2055. Jadi bisa dipastikan pagar laut ini rencana awal membuat pengkaplingan areal laut, yang motifnya untuk bisnis Reklamasi.
Pngajuan itu direncakan oleh pengambang dari PIK2. Jadi tegaskan oleh Mukri ini Kolaborasi kerjasama Pengusaha/ pemilik modal dengan Pemerintah.
Titik mulanya kasus reklamasi dari peta strategis yang sudah dari 2011 yang Sempat ditolak Walhi rupanya muncul lagi. Reklamasi yang direncanakan menjadi zonasi 7. Peta Rencana Strategi peruntukan untuk 4 peruntukan; untuk pemukiman, pelabuhan, industri. "Di Lahan yang dipagar itu ada Kawasan laut yang sudah diarsir memiliki alas hak dan dibebani berupa HGB."ujarnya.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai keberadaan pagar laut di pesisir Tangerang (Banten), Bekasi (Jawa Barat) hingga Jakarta Utara, mencerminkan lemahnya pengawasan, baik dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun pemerintah daerah.
"Pagar-pagar ini memang dibangun sejak era pemerintahan sebelumnya dan dibiarkan berkembang. Pagar-pagar ini beberapa muncul akibat ketakutan akan pembatalan izin," katanya dikutip ANTARA, Sabtu, 18 Januari.
Keberadaan pagar laut itu, lanjutnya, jelas merugikan para nelayan yang beroperasi di sekitar kawasan tersebut. Di sisi lain, Trubus juga menyoroti kerusakan ekosistem terumbu karang yang menjadi tempat hidup ikan akibat pembangunan pagar dari bambu itu.