Bukan Tempat Hiburan, MK Putuskan Spa Jadi Pelayanan Kesehatan Tradisional
JAKARTA - Spa cukup dikenal sebagai bentuk pelayanan kesehatan tradisional yang bertujuan memberikan manfaat relaksasi dan perawatan tubuh.
Umumnya, spa menawarkan perawatan tubuh serta relaksasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan emosional. Aktivitas yang satu ini sering kali menggunakan pendekatan tradisional maupun modern, seperti mandi uap, pijat, aromaterapi, perawatan kulit, dan terapi air, untuk memberikan manfaat kesehatan.
Namun, persepsi ini sempat terganggu ketika layanan spa dikategorikan sebagai hiburan dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Dalam aturan tersebut, spa dianggap setara dengan tempat hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar, yang menimbulkan kekhawatiran akan salah tafsir terhadap fungsi sebenarnya dari layanan spa.
Melalui Putusan Nomor 19/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan kepastian hukum baru dengan mengubah klasifikasi layanan spa sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional.
Dalam putusannya, MK menilai bahwa penyamaan spa dengan hiburan tidak hanya keliru tetapi juga berpotensi menimbulkan stigma negatif bagi pengguna layanan tersebut. Sebagai bentuk pelayanan yang berbasis pada tradisi lokal, spa memiliki nilai kesehatan yang signifikan, berbeda dari tujuan hiburan yang lebih bersifat rekreasi.
Keputusan MK ini didasarkan pada pentingnya memberikan jaminan hukum bagi layanan spa agar dapat diakses oleh masyarakat tanpa rasa khawatir. Pengakuan ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Spa, yang telah menetapkan spa sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan.
Spa bukan sekadar fasilitas untuk relaksasi, tetapi juga sarana tradisional yang memiliki manfaat kesehatan, seperti meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi stres, hingga merawat kulit.
Dalam putusannya, MK juga menolak besaran tarif pajak untuk layanan spa yang sebelumnya dipatok antara 40 hingga 75 persen, sama seperti kategori tempat hiburan.
Baca juga:
MK menegaskan tarif pajak untuk spa seharusnya ditentukan secara adil dan tidak disamakan dengan tempat hiburan lainnya. Hal ini memberikan kejelasan bagi para pelaku usaha spa dan masyarakat bahwa layanan ini memiliki fungsi yang berbeda dari hiburan, sehingga tidak tepat jika dikenakan beban pajak yang sama.
Dengan perubahan ini, layanan spa kini mendapatkan pengakuan resmi sebagai bagian dari sistem kesehatan tradisional yang bermanfaat bagi masyarakat. Keputusan ini juga menjadi langkah penting dalam meluruskan persepsi, spa bukanlah fasilitas hiburan, melainkan tempat untuk menjaga kesehatan tubuh dan pikiran melalui metode perawatan berbasis tradisi lokal.
Pengakuan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya layanan spa sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan.
Selain itu, pelaku usaha spa kini dapat menjalankan usahanya dengan lebih percaya diri, karena status hukum yang jelas memastikan bahwa layanan mereka dihargai dan dipahami sebagaimana mestinya.
Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional, spa juga berakar pada tradisi lokal yang menggabungkan bahan-bahan alami dan metode perawatan berbasis budaya.
Di Indonesia sendiri layanan spa sudah lama dikenal tidak hanya untuk relaksasi tetapi juga untuk terapi kesehatan, seperti meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi stres, hingga memperbaiki kualitas tidur.