Resolusi Tahun Baru Sering Gagal, tapi 1 Januari tetap Menjadi Momen Pas untuk Memulai Hal Baru
JAKARTA – Tanggal 1 Januari bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai tanggal biasa untuk memulai peningkatan diri. Namun ada alasan psikologis mengapa tahun baru bagus untuk melakukannya.
Hampir setiap tahun banyak orang memulai tahun baru dengan serangkaian resolusi. Rajin olahraga, mengurangi waktu bersama gawai, dan lebih bijak dalam mengatur keuangan termasuk di antara yang sering dijadikan resolusi oleh banyak orang.
Hasilnya tentu bervariasi, banyak yang gagal namun tidak sedikit juga yang berhasil menjalani resolusinya sepanjang tahun. Lantaran tak sedikit yang berakhir kecewa dengan kegagalan resolusi, akhirnya banyak yang menganggap 1 Januari sebagai tanggal penting untuk memulai sesuatu yang baru.
Namun berdasarkan penelitian psikologi, ada beberapa alasan mengapa memulai hal baik bagus dilakukan saat tahun baru.
Resolusi Perubahan Positif
Resolusi tahun baru sering dianggap sebagai peluang untuk memulai segalanya dari awal. Psikolog Nadya Pramesrani mengatakan, resolusi lahir dari ketidakpuasan terhadap kondisi saat ini serta keinginan untuk menciptakan perubahan positif.
Momen pergantian tahun menyediakan dorongan psikologis yang kuat, memotivasi individu untuk mengevaluasi dan menetapkan langkah baru yang lebih baik.
Anna Katharina Schaffner, sejarawan budaya dan penulis The Art of Self-Improvement, mengatakan, sastra tentang peningkatan diri sudah ada sejak berabad-abad lalu, misalnya pada zaman Tiongkok kuno dan kaum Stoa Romawi.
Sementara itu, menurut psikolog, banyak orag melihat hidup seperti sebuah narasi, membaginya menjadi “bab-bab” terpisah yang menandai berbagai tahap kehidupan.
“Orang cenderung berpikir tentang hidup seorang-olah mereka adalah karakter dalam sebuah buku,” kata Katy Milkman, seorang profesor psikologi di The Wharton School of the University of Pennsylvania.
Bab-bab tersebut menggambarkan peristiwa-peristiwa besar dalam hidup, seperti masuk universitas, menikah, atau kelahiran anak. Tapi di sisi lain bab-bab utama tersebut menjadi bagian yang lebih kecil sehingga awal tahun dianggap dapat mewakili jeda dalam setiap narasi.
"Setiap kali Anda memiliki momen yang terasa seperti pembagian waktu, pikiran Anda melakukan hal khusus yang menciptakan perasaan bahwa Anda memiliki awal yang baru," kata Milkman.
"Anda membalik halaman, Anda memiliki lembaran yang bersih, ini adalah awal yang baru,” imbuhnya.
Hal ini, menurut Milkman, membantu menciptakan jarak psikologi dari kegagalan masa lalu yang memungkinkan seseorang merasakan bahwa kesalahan apa pun di tahun sebelumnya akan menjadikannya lebih baik.
Dalam sebuah studi, Milkman juga menemukan bahwa orang tidak hanya senang membuat target baru saat tahun baru, tetapi juga setelah menjalani waktu liburan. Bahkan Senin maupun setiap pergantian bulan juga sering dianggap sebagai momen tepat untuk memulai sesuatu yang baru.
Tetapkan Tujuan yang Realistis
Untuk mendapatkan bukti lebih lanjut, Milkman bersama kawan-kawannya menguji apakah ‘awal yang baru’ dapat memberikan efek signifikan. Untuk melakukannya, para peneliti mengundang para peserta, namun mereka dibagi dua kelompok. Yang membedakan dalam kelompok tersebut adalah bagaimana mereka menentukan tanggal.
Kelompok pertama membuat “Kamis ketiga di bulan Maret” sebagai awal memulainya sebuah resolusi. Sementara bagian lagi membuat “hari pertama musim semi” yang diharapkan akan membangkitkan rasa awal yang baru.
Baca juga:
- Batalkan PPN 12 Persen, Pajaki Orang Kaya Lewat Wealth Tax!
- Penetapan Tersangka Hasto Kristiyanto Perlebar Jarak PDIP dengan Pemerintahan Prabowo
- Butuh Political Will Besar dari Pemerintah untuk Tangani Kasus Kekerasan di Lingkungan Pendidikan
- Terampil Mengelola Keuangan dapat Diasah Sejak Dini dengan Keterbukaan Finansial dalam Keluarga
Cara tersebut berhasil. Para siswa yang didorong untuk memikirkan awal baru di “hari pertama musim semi” lebih cenderung memulai kebiasaan baru. Mulai dari meningkatkan kebersihan tidur, menghabiskan waktu di pusat kebugaran, atau menghabiskan lebih sedikit waktu di media sosial, dibandingkan mereka yang tidak melihat tanggal tersebut sebagai pembagian yang jelas dan signifikan dalam garis waktu.
“Karena itulah, tahun baru merupakan titik awal yang sangat menarik dibandingkan peristiwa-peristiwa lainnya,” ucap Milkman.
“Ini merupakan perubahan besar bagi kebanyakan orang,” lanjutnya.
Meski demikian sebelum membuat resolusi, penting untuk mempertimbangkan kondisi pribadi dan menetapkan tujuan yang realistis. Psikolog klinis Nirmala Ika menyarankan agar resolusi disesuaikan dengan prioritas kehidupan. Contoh, jika fokus utama saat ini adalah pengembangan karier, maka target kesehatan mungkin perlu disesuaikan agar tetap realistis tanpa menjadi beban.
Dan kalaupun resolusi tahun baru tidak berjalan sesuai rencana, penting untuk tidak menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Karena sejatinya kegagalan adalah bagian dari kehidupan. Sebaliknya, penting untuk mengadopsi pola pikir positif dan pembelajaran dari kesalahan dapat membantu seseorang bangkit dan melanjutkan usaha untuk mencapai tujuan.