Pencekalan Yasonna Laoly: Pakar Politik Sebut Wajar tapi Tidak Biasa

JAKARTa - Pencekalan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang juga kader PDI Perjuangan, Yasonna Laoly menuai tanggapan dari banyak pihak.

Seperti halnya pakar ilmu politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Luthfi Makhasin, menilai hal itu sebagai langkah yang wajar namun cukup unik.

"Yang membuatnya tidak biasa adalah karena ini melibatkan pengurus dari partai politik besar yang pernah memegang kekuasaan selama sepuluh tahun dan kini telah menyatakan berada di luar pemerintahan," ujar Luthfi saat dihubungi dari Jakarta, seperti dikutip ANTARA.

Sikap PDI Perjuangan dalam merespons pencekalan ini akan menjadi ujian terhadap konsistensi partai tersebut dalam mendukung penegakan hukum.

Menurutnya, jika dilihat dari perspektif penegakan hukum, pencekalan terhadap Yasonna merupakan langkah yang bisa dimaklumi.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melarang Yasonna bepergian ke luar negeri dalam rangka mendukung penyidikan dan pencarian buronan kasus korupsi, Harun Masiku.

Selain Yasonna, KPK juga menerapkan larangan serupa terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan perintangan penyidikan.

"Pada 24 Desember 2024, KPK telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 yang berisi larangan bepergian ke luar negeri bagi dua warga negara Indonesia, yaitu YHL dan HK," ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, 25 Desember.

Tessa menjelaskan pelarangan tersebut dilakukan karena keberadaan keduanya di dalam negeri diperlukan untuk kelancaran proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi. Larangan itu berlaku selama enam bulan.