Ekonom Sesalkan Pemerintah Pilih Naikkan PPN Ketimbang Tingkatkan Pendapatan Masyarakat
Menurut Huda, konsekuensinya tersebut terlihat sangat jelas, yaitu penurunan pendapatan disposibel masyarakat ketika tarif pajak meningkat.
Meskipun ada kenaikan upah minimum, hal tersebut tidak sebanding dengan dampak yang dirasakan masyarakat akibat kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.
"Ya tentu miris negara lebih milih untuk menarik pajak lebih tinggi ketimbang bagaimana meningkatkan pendapatan masyarakat terlebih dahulu. Padahal konsekuensinya sangat jelas di mana pendapatan disposibel masyarakat akan berkurang ketika tarif pajak meningkat," jelasnya kepada VOI, Senin, 22 Desember.
Huda menyampaikan, hal tersebut akan berakibat pada daya beli masyarakat yang semakin tergerus, sehingga berpotensi memperlambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
"Dampaknya adalah daya beli masyarakat kian tergerus akibat pendapatan disposibelnya menurun. Ini berat bagi sebagian besar atau bahkan semua kalangan karena akan memperlambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga," tuturnya.
Selain itu, Huda menyampaikan dampak yang paling serius adalah potensi peningkatan angka PHK karena penurunan permintaan.
Penurunan produksi akan berimbas pada pengurangan penggunaan tenaga kerja di setiap rantai pasok produksi.
"Dampak paling parah adalah bisa menambah pekerja yang terkena PHK karena penurunan permintaan. Produksi akan turun, penggunaan tenaga kerja dalam setiap rantai pasok produksi juga akan berkurang," jelasnya.
Baca juga:
Untuk diketahui, daftar tarif PPN di negara ASEAN yaitu Filipina 12 persen, Indonesia 11 persen, akan naik menjadi 12 persen pada 2025, Vietnam 10 persen, Kamboja 10 persen, Malaysia 10 persen, dan Laos 10 persen.
Sementara itu, berdasarkan data dari laporan Numbeo, daftar UMR di negara ASEAN yaitu, Singapura 5.170 dolar AS, Malaysia 817 dolar AS, Thailand 560 dolar AS, Vietnam 461 dolar AS, Filipina 348 dolar AS, dan Indonesia 325 dolar AS.