Anton Charliyan: Pahami Sejarah Penyebaran Islam di Nusantara untuk Menjaga Keutuhan Syiar

GARUT –Mantan Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol (Purn) Dr. H. Anton Charliyan, yang kini dikenal sebagai Abah H. Anton Charliyan, menegaskan pentingnya memahami sejarah penyebaran Islam di Nusantara agar tidak ada pihak yang mencoba membelokkan peran ulama asli pribumi. Hal ini disampaikan Abah Anton dalam pengajian rutin bertema "Ngaos Sejarah sareng Budaya Islam Tatar Pasundan" di Masjid Agung Garut, Sabtu 21 Desember, yang digelar oleh PCNU Garut.

Dalam tausiyahnya, Abah Anton menekankan bahwa agama dan budaya di Indonesia harus berjalan selaras. “Agama harus menjadi budaya. Pengamalan rukun Islam, seperti salat, zakat, dan puasa, tidak cukup hanya sebagai kewajiban, tapi harus menjadi kebiasaan. Jika kebiasaan ini terus dilakukan dengan istiqamah, maka akan menjadi budaya yang melekat pada diri,” ujarnya.

Abah Anton, yang juga keluarga besar Ponpes Suryalaya, mengingatkan pentingnya memahami sejarah Islam di Nusantara. Ia menyoroti peran besar ulama asli pribumi dalam menyebarkan syiar Islam. “Jangan sampai peran ulama Nusantara dilupakan atau bahkan dihilangkan. Jika kita memahami sejarah dengan benar, kita akan bangga atas perjuangan mereka,” katanya.

Anton mencontohkan tokoh seperti Pangeran Raketan Sancang dari Gunung Nagara, Garut, yang turut berdakwah di Tripoli, Afrika Utara, Suriah, dan Afganistan pada abad ke-7 Masehi. “Beliau mendirikan pusat syiar Islam bernama Padepokan Surat Mandiri di Gunung Nagara,” jelasnya.

Selain itu, Anton juga menyoroti peran Kangjeng Sunan Gunung Jati alias Syekh Syarif Hidayatullah, yang merupakan keturunan Rasulullah dari ayahnya, Raja Syarif Abdullah, dan ibunya, Ratu Rara Santang dari Cirebon. “Meski keturunan Rasulullah, Sunan Gunung Jati tidak pernah membanggakan diri atau menuntut penghormatan khusus. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menilai seseorang bukan berdasarkan darah atau keturunan, melainkan ketakwaannya,” ujar Anton.

Anton mengutip Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 13 dan hadis Rasulullah yang menegaskan bahwa derajat tertinggi di sisi Allah adalah ketakwaan, bukan garis keturunan. “Jika ada golongan yang membanggakan keturunan atau ras, itu sudah melenceng dari ajaran Islam. Tinggalkan saja golongan seperti itu,” pungkasnya.

Pengajian ini menegaskan pentingnya sinergi antara budaya dan agama dalam kehidupan masyarakat. Anton, yang juga dikenal sebagai tokoh anti-intoleransi dan radikalisme, menutup tausiyahnya dengan ajakan untuk terus menjaga nilai-nilai Islam yang selaras dengan budaya Nusantara.