Populix: 67 Persen Responden Khawatirkan Risiko Keamanan Siber di Era Digitalisasi

JAKARTA - Sebuah laporan terbaru dari Populix yang berjudul “Navigating Economic and Security Challenges in 2025”, mengungkapkan bahwa mayoritas responden (67%) khawatir dengan masalah keamanan siber. 

“Meningkatnya ancaman siber membuat keamanan siber yang kuat menjadi sangat penting,” kaya Co-Founder dan CEO Populix, Timothy Astandu dalam peluncuran laporan tersebut, dikutip Jumat, 6 Desember. 

Menurut Timothy, pembobolan dan peretasan data menjadi pemicu utama semakin banyaknya ancaman siber, apalagi, ditambah dengan kurangnya pengetahuan dan ilmu yang memadai tentang ancaman tersebut. 

Selain pembobolan data dan peretasan, laporan tersebut juga menyebutkan beberapa jenis ancaman siber lain yang banyak diketahui publik, seperti virus (82%), phishing email (75%), pornografi digital (65%), cyberbullying (63%), spyware (60%), ransomware (55%), hingga trojan (54%).

“Meskipun publik tergolong masih awam, mereka mulai termotivasi untuk lebih menjaga keamanan data-data sensitif mereka,” tambah Timothy. 

Timothy menambahkan, masalah keamanan siber secara signifikan berdampak pada berbagai aspek  kehidupan konsumen. Ini menyebabkan tekanan emosional, mengganggu keamanan pribadi dan keamanan finansial, membatasi interaksi sosial, dan memengaruhi keamanan pekerjaan di lingkungan profesional.

Tapi di sisi lain, tantangan keamanan siber juga berkaitan dengan isu lain seperti upskilling tenaga kerja dan akses layanan kesehatan. 

Maka dari, ia menambahkan, peran pemerintah dan swasta sangat penting untuk membantu publik dalam memberikan edukasi keamanan siber, hingga menghadirkan solusi keamanan yang sederhana dan mudah dioperasikan.