PN Ternate Vonis Penjara 2,5 Tahun Kadikbud Malut Nonaktif Penyuap Rp1,145 M Eks Gubernur AGK
JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Ternate menjatuhkan vonis dua tahun dan enam bulan penjara serta denda sebesar Rp100 juta kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Provinsi Maluku Utara (Malut) nonaktif, Imran Yakub terkait perkara suap.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama," kata Ketua Majelis Hakim Rudy Wibowo di PN Ternate, Rabu 4 Desember, disitat Antara.
Dia menyatakan, Imran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sehingga, hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pidana kurungan selama 2 bulan apabila terdakwa tidak membayar denda.
Dalam kesempatan itu, Majelis Hakim menyebut, Imran Yakub terbukti memberikan uang secara bertahap senilai total Rp1,145 miliar kepada mantan Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba (AGK), melalui orang-orang terdekatnya.
Uang tersebut diberikan untuk memastikan dirinya diangkat menjadi Kadikbud tanpa melalui seleksi terbuka atau uji kompetensi.
Baca juga:
- KPK Geledah Kantor Gubernur Bengkulu Cari Bukti Kasus Rohidin Mersyah
- DPR Sarankan Iwas Difabel Tanpa Tangan Tersangka Pelecehan Seksual Jalani Assessment Kejiwaan
- Gerindra soal Gus Miftah Hina Penjual Es Teh: Patut Dievaluasi
- Korban Tewas Banjir Thailand Bertambah Jadi 25 Orang, 22.000 Warga Terpaksa Mengungsi
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Andry Lesmana, menuntut terdakwa dengan pidana 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun, hakim memutuskan hukuman yang lebih ringan.
Setelah pembacaan putusan itu, baik terdakwa maupun JPU menerima putusan tersebut.
"Saya terima putusan majelis hakim," kata Imran Yakub dalam persidangan.
Oleh karena itu, dengan diterimanya putusan oleh para pihak maka perkara ini telah berkekuatan hukum tetap.
Kasus ini menambah daftar panjang tindak pidana korupsi di sektor pemerintahan di Indonesia, khususnya yang melibatkan pejabat tinggi daerah.