Penolakan DPR Ojol Tak Dapat Subsidi Supaya Kebijakan Jangan Perburuk Kesenjangan

JAKARTA - DPR menyoroti rencana skema baru penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tidak memasukkan ojek online (ojol) sebagai penerima. Dukungan dari DPR yang membela ojol menunjukkan keseriusan wakil rakyat dalam membela rakyatnya.

"Melalui suara anggota Komisi VI DPR seperti Bapak Mufti Anam, hal ini telah menunjukkan kepedulian yang layak diapresiasi terhadap kelompok rentan, termasuk pengemudi ojek online (ojol)," kata Pengamat Komunikasi Politik Silvanus Alvin, Selasa 3 November.

Beberapa waktu lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap rencana skema subsidi BBM tepat sasaran yang akan menerapkan sistem kombinasi antara subsidi barang dan juga bantuan langsung tunai (BLT).

Tak hanya itu, Bahlil juga menyebut nantinya hanya kendaraan pelat kuning saja yang berhak menerima subsidi BBM. Artinya subsidi BBM untuk ojol akan dihapus bila rencana skema itu diterapkan. Asosiasi ojek online mengecam rencana Bahlil yang menyingkirkan ojol sebagai penerima BBM bersubsidi.

Terkait rencana tersebut, Mufti Anam meminta Pemerintah berhati-hati dengan kebijakan yang dikeluarkan agar jangan sampai menindas rakyat kecil. Alvin menilai kritik yang disampaikan DPR tidak hanya sebagai bentuk dalam memperjuangkan kepentingan rakyat kecil, tetapi juga menekankan pentingnya kebijakan subsidi BBM yang adil dan tepat sasaran.

"Langkah DPR meminta evaluasi dan peninjauan ulang kebijakan subsidi BBM mencerminkan komitmen mereka dalam memastikan kebijakan Pemerintah berpihak kepada masyarakat kecil, sehingga dampaknya tidak memperburuk kesenjangan sosial," ungkap Dosen Milenial itu.

Alvin menyebut DPR telah menjalankan fungsi pengawasan atau check and balancenya dengan benar. Hal ini dianggap sebagai perwujudan bahwa DPR memang harus menyerukan kepentingan masyarakat.

"DPR berkomitmen memastikan bahwa kebijakan Pemerintah tidak memberatkan masyarakat luas, khususnya mereka yang sangat bergantung pada sektor transportasi berbasis ride-hailing seperti ojol," terang Alvin.

Master dari University Of Leicester Inggris ini juga sepakat dengan DPR yang meminta agar Pemerintah tidak mencabut subsidi BBM untuk ojol. Alvin menilai menghentikan subsidi BBM bagi pengemudi ojol secara mendadak berpotensi menimbulkan persepsi bahwa Pemerintah kurang berpihak pada kelompok rentan.

“Hal ini dapat memunculkan anggapan bahwa efisiensi anggaran lebih diutamakan daripada kesejahteraan masyarakat,” tukasnya.

Alvin pun mendorong DPR untuk meminta penjelasan kepada Pemerintah terkait isu tersebut. Misalnya dengan memanggil Menteri ESDM dan pihak-pihak terkait untuk membahas rencana kebijakan tersebut secara lebih komprehensif.

"Perlu adanya koordinasi bersama dengan eksekutif dan DPR sehingga dapat terus memainkan peran strategisnya sebagai penyambung suara rakyat yang memperjuangkan kesejahteraan bersama," sebut Alvin.

"Langkah ini tidak hanya akan memperkuat posisi DPR sebagai mitra kritis Pemerintah tetapi juga memastikan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi masyarakat,” lanjut penulis buku ‘Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa’ itu.

Sebelumnya, Pemerintah menyatakan akan mengalihkan subsidi BBM menjadi BLT. Pemerintah juga memiliki skema mempertahankan subsidi BBM dalam bentuk barang untuk seluruh transportasi dan fasilitas umum, serta skema menaikkan harga BBM subsidi.

"Pemerintah keliatan sekali kegamangan dan maju mundur rencana pembatasan subsidi BBM, ini menunjukkan tidak jelasnya rencana Pemerintah dalam mengendalikan subsidi BBM yang tepat sasaran," kata Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, Jumat (29/11).

Mufti melihat skema yang ditawarkan Pemerintah justru membuka peluang untuk penyelewengan sehingga harus dikaji ulang agar tidak ada kerugian negara di kemudian hari.

“Saking bingungnya hingga tidak jelas sebenarnya skema yang akan dilakukan. Apalagi ojol tidak mendapat subsidi, ini akan lebih merugikan rakyat," tukas Legislator dari Dapil Jawa Timur II itu.

Mufti pun mengingatkan Bahlil, ojek online yang jumlahnya mencapai 4 jutaan itu juga masuk kategori transportasi umum. Ia menyebut transportasi umum bukan hanya yang berpelat kuning melainkan juga transportasi ride haidling atau ojek online sehingga rencana yang diungkapkan Bahlil dinilai sangat berbahaya.

Di sisi lain, Anggota komisi di DPR yang membidangi urusan Perdagangan, Kawasan Perdagangan dan Pengawasan Persaingan Usaha, serta BUMN tersebut berpendapat subsidi BBM harus bisa diberikan kepada yang membutuhkan, salah satunya para pengemudi ojol. Mufti juga mengingatkan Pemerintah bahwa pengemudi ojol mayoritas merupakan kelompok rentan yang perlu mendapat bantuan.

“Kasihan betul para driver ojol, dijepit di tengah. Dengarkan lah keluhan para driver ojol karena potongan dari aplikator seperti GOJEK, GRAB, dan lainnya sudah lebih dari 20% dan berpotensi melanggar regulasi. Lha ini makin digencet lagi dengan pelarangan beli Pertalite. Tega betul Pemerintah memeras rakyatnya," paparnya.

“Padahal harusnya para pengemudi ojol ini diberikan bantuan agar mereka memiliki ketahanan daya beli sehingga saat ada pembatasan BBM bersubsidi, dampaknya dapat diminimalkan,” sambung Mufti.

Untuk itu, Mufti meminta Pemerintah mengkaji lagi rencana skema penyaluran subsidi BBM.

“Ingat, jangan sampai keputusan kebijakan subsidi BBM diputuskan secara ngawur dan serampangan,” tegasnya.

“Ini bisa memicu demo besar-besaran. Jika ini terjadi maka dampak ekonomi dan politiknya sangat besar dan bisa tidak terkendali," pungkas Mufti.