Kasus Korupsi Sewa Alat Berat PUPR NTB, Polisi Periksa 15 Saksi

NTB - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram memeriksa 15 saksi dalam kasus dugaan korupsi sewa alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kepala Satreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili menyampaikan, pemeriksaan belasan saksi tersebut berlangsung dalam dua pekan terakhir pada tahap penyidikan.

"Jadi, dalam proses penyidikan ini sudah ada 15 saksi yang kami periksa," kata Regi di Mataram, Senin 18 November, disitat Antara.

Adapun belasan saksi yang menjalani pemeriksaan tersebut berasal dari kalangan Dinas PUPR NTB, balai pemeliharaan jalan, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB.

"Termasuk dua mantan Kepala Dinas PUPR NTB (Ridwansyah dan Sahdan)," ujarnya.

Untuk Ali Fikri, mantan kepala balai pemeliharaan jalan yang bertanggung jawab dalam kesepakatan kerja sama sewa alat berat tersebut, Regi menyampaikan bahwa penyidik belum melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

"Sama juga dengan penyewanya, Fendy, belum. Tetapi, sudah kami agendakan untuk mereka berdua (Ali Fikri dan Fendy)," ucap dia.

Regi mengatakan bahwa pihaknya kini sedang berkoordinasi dengan Inspektorat NTB untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.

"Karena sudah ada dapat dokumen, keterangan sejumlah saksi, makanya kami lanjutkan dahulu koordinasi dengan inspektorat untuk proses audit," tuturnya.

Perihal alat berat yang masuk dalam objek sewa, Regi memastikan baru ada penyitaan satu unit ekskavator. Barang bukti tersebut kini dititipkan penyidik di kantor Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok pada Dinas PUPR NTB.

"Untuk barang bukti lainnya, truk jungkit sama mesin pengaduk semen, masih dalam pencarian lapangan," ucapnya.

Dalam penanganan kasus ini, penyidik telah mengantongi potensi kerugian keuangan negara dengan nilai sedikitnya Rp3 miliar. Nilai kerugian itu muncul dari kalkulasi sewa yang tidak pernah disetorkan ke pemerintah dimulai sejak tahun 2021 hingga Juli 2024.