Anggota Kongres AS Desak Presiden Biden Jatuhkan Sanksi ke Israel Terkait Kekerasan di Tepi Barat
JAKARTA - Hampir 90 anggota parlemen dari Partai Demokrat mendesak Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk memberi sanksi kepada anggota Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, terkait kekerasan anti-Palestina di Tepi Barat, menurut sebuah surat yang dirilis pada Hari Kamis.
Mendesak Presiden Biden untuk mengirim pesan kepada mitra AS sebelum ia meninggalkan jabatannya, para anggota Kongres mengatakan anggota kabinet Israel Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir telah memicu kekerasan oleh pemukim Israel di wilayah yang diduduki.
"Kami menulis untuk menyatakan keprihatinan mendalam kami tentang meningkatnya kekerasan pemukim, perluasan pemukiman, dan tindakan yang diambil untuk melemahkan Otoritas Palestina dan sebaliknya mengganggu stabilitas Tepi Barat," kata mereka dalam surat tersebut, melansir Reuters 15 November.
Surat tersebut, yang ditandatangani oleh 17 senator dan 71 anggota DPR, mengatakan pemukim Israel telah melakukan lebih dari 1.270 serangan yang tercatat terhadap warga Palestina di Tepi Barat, dengan rata-rata lebih dari tiga serangan kekerasan per hari.
Surat itu bertanggal 29 Oktober tetapi dipublikasikan pada hari Kamis karena para anggota parlemen belum mendapat tanggapan dari Gedung Putih, kata tiga anggota Kongres.
Senator Demokrat Chris Van Hollen serta anggota DPR Demokrat Rosa DeLauro dan Sean Casten, yang memimpin upaya pengiriman surat itu, mengatakan kepada wartawan, Presiden Biden memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi berdasarkan perintah eksekutif yang ada.
Melakukan hal itu akan mengirimkan pesan tidak hanya kepada Israel dan Palestina, tetapi juga kepada sekutu AS di tempat lain di dunia, bahwa Amerika Serikat akan melawan masalah kemanusiaan, kata mereka.
"Kami pikir lebih penting dari sebelumnya bahwa Presiden Biden saat ini menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan menjadi stempel karet bagi tindakan ekstrem pemerintah Netanyahu," tegas Van Hollen.
Juru bicara Gedung Putih dan kedutaan Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Diketahui, Negeri Paman Sam selama beberapa dekade mendukung solusi dua negara antara Israel dan Palestina, mendesak Israel untuk tidak memperluas permukiman.
Tepi Barat merupakan salah satu wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah tahun 1967 dan tempat Palestina, dengan dukungan internasional, berupaya mendapatkan status kenegaraan. Sebagian besar negara adidaya menganggap permukiman Israel di wilayah tersebut ilegal.
Israel membantahnya, dengan mengutip klaim historis atas Tepi Barat dan menggambarkannya sebagai benteng keamanan.
Baca juga:
- Kepala IAEA Sebut Hasil Nyata Pembicaraan Nuklir dengan Iran Penting untuk Hindari Perang
- Rusia Siap Bekerja Sama dengan Negara Arab dan Muslim untuk Redakan Ketegangan di Timur Tengah
- Menlu Araghchi: Iran Terbuka untuk Negosiasi dan Kolaborasi Nuklir, Tapi Tidak di Bawah Tekanan
- Tulis Pesan Sebelum Bunuh Diri Sebagai Protes Terhadap Rezim Teheran, Sanjari: Saya Berharap Rakyat Iran Bangkit
PM Netanyahu dan sekutunya merayakan terpilihnya kembali Donald Trump bulan ini, sekutu Israel yang setia tetapi terkadang tidak dapat diprediksi.
Dalam masa jabatan pertamanya, presiden terpilih dari Partai Republik tersebut memberikan kemenangan besar bagi pemimpin Israel tersebut.
Selain itu, Smotrich, yang juga memegang peran pengawasan kementerian pertahanan untuk para pemukim sebagai bagian dari kesepakatan koalisinya dengan Netanyahu, mengatakan minggu ini Ia berharap Israel akan memperluas kedaulatan ke Tepi Barat yang diduduki pada tahun 2025. Ia akan medorong pemerintah untuk melibatkan pemerintahan Trump yang akan datang untuk mendapatkan dukungan Washington.