PKB Kritik Kebijakan Impor Susu Bebas Pajak: Jangan Bikin Susah Rakyat!
JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB, Daniel Johan mengkritik kebijakan impor susu bebas pajak yang dinilai tidak adil bagi peternak penghasil susu dalam negeri. Dia mengingatkan pemerintah agar mengambil kebijakan yang pro rakyat dan tidak membuat susah bangsa sendiri.
Hal itu disampaikan Daniel menyusul adanya aksi protes peternak sapi perah yang kecewa dengan kebijakan pembatasan kuota di Industri Pengolahan Susu (IPS).
"Kebijakan itu harus pro rakyat jangan sampai bikin susah. Giliran impor bebas pajak, sementara rakyat kita sendiri dipajakin dalam berbagai aspek,” ujar Daniel Johan, Kamis, 14 November.
Daniel pun mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi aturan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor susu impor. "Pemerintah harus melindungi peternak lokal dengan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan adil dan mendukung kemajuan bangsa sendiri," tegasnya.
Daniel menuturkan, kebijakan pembatasan IPS buntut membanjirnya susu impor ini menyebabkan serapan susu lokal menurun drastis. Sebagai contoh, produksi susu harian di Boyolali mencapai 140.000 liter, tetapi hanya 110.000 liter yang dapat diserap oleh pabrik.
"Pembatasan ini tidak hanya merugikan peternak secara finansial tetapi juga
menyebabkan ketidakpastian dalam usaha mereka. Banyak peternak terpaksa membuang susu karena tidak ada tempat untuk menjualnya," ungkap Daniel.
"Aksi mandi susu hingga membuang susu oleh peternak menunjukkan tingginya frustasi mereka terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan,” imbuh Legislator dari dapil Kalimantan Barat I itu.
Selama dua pekan terakhir, IPS sedang membatasi jumlah kuota susu dari produk lokal. Hal itu mengakibatkan banyaknya peternak lokal yang terdampak, seperti KUD Mojosongo memiliki anggota 4.200 orang.
Dari jumlah itu, hanya 1.700 anggota yang menyuplai susu segar dan memproduksi sebesar 161 ton per pekan. Susu tersebut dialokasikan ke IPS Frisian Flag sebanyak 75 ton/minggu, Freshland 45 ton per pekan, dan Diamond 30 ton/minggu. Masih ada sekitar 5 ton setiap minggunya yang tersisa dan harus terbuang.
Menurut Daniel, hal tersebut menciptakan situasi di mana produk lokal tidak mendapatkan prioritas dalam penyerapan oleh industri. Dampak dari hal ini adalah menurunnya kesejahteraan peternak karena banyak merugi.
“Kebijakan ini berpotensi memperburuk kondisi peternak lokal dan mengancam keberlangsungan usaha mereka. Akhirnya kesejahteraan masyarakat semakin berkurang,” ucap Daniel.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan sektor pertanian, peternakan dan pangan itu meminta Pemerintah untuk memperketat pengawasan dan pengendalian impor susu. Daniel mengatakan langkah itu penting agar tidak mengganggu pasar lokal dan melindungi peternak lokal dari dampak negatif.
“Aksi protes peternak sapi perah yang membuang-buang susu itu menjadi tamparan untuk Pemerintah dalam mengambil kebijakan. Kebijakan negara itu seharusnya memberdayakan masyarakat sendiri, bukan malah memprioritaskan negara lain saat rakyat sendiri dibuat susah karena aturan yang ada,” pungkas Daniel.
Seperti diketahui, peternak susu perah di berbagai daerah melancarkan aksi protes dengan melakukan mandi susu hingga membuang susu perah secara cuma-cuma lantaran industri dituding lebih memilih menggunakan susu impor.
Kontrol dari Pemerintah pun dianggap kurang karena keran impor susu dibuka luas dan tidak ada pajak untuk susu dari luar negeri. Eksportir ke Indonesia seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) sehingga harga susu impor lebih murah 5 persen dari susu lokal.
Baca juga:
Para peternak sapi merasa dirugikan dengan adanya kebijakan pembatasan dari IPS yang lebih memilih menggunakan susu impor. Padahal Peraturan menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2018 telah menetapkan kewajiban agar perusahaan pengolahan susu bekerja sama dengan koperasi peternak rakyat untuk menyerap susu sapi perah.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal tidak sampai 20 persen dari total jumlah pelaku usaha pengolahan susu.