Presiden Prabowo Tegaskan Indonesia akan Menjaga Kedaulatannya di Laut China Selatan
JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan selalu menjaga kedaulatan Indonesia ketika ditanya mengenai masalah Laut China Selatan, menambahkan kemitraan lebih baik daripada konflik dan menghormati semua kekuatan.
Itu disampaikan Presiden Prabowo pada Hari Rabu di Washington, setelah sebelumnya dikabarkan Indonesia dan China berencana meningkatkan kerja sama maritim, namun menegaskan itu tidak dimaknai sebagai pengakuan klaim "9-Dash-Lines" China.
"Kami menghormati semua kekuatan, tetapi kami akan selalu menjaga kedaulatan kami. Tetapi saya memilih untuk selalu mencari kemungkinan kemitraan," kata Presiden Prabowo, yang telah berulang kali mengatakan akan mengejar kebijakan luar negeri yang tidak berpihak, dikutip dari Reuters 14 November.
"Kemitraan lebih baik daripada konflik," tandasnya.
Diketahui, Presiden Prabowo tengah melakukan kunjungan kerja luar negeri ke sejumlah negara. Pekan lalu, Ia menemui Presiden Xi Jinping dan sejumlah pejabat tinggi China.
Prabowo, yang sedang dalam perjalanan pertamanya sejak menjabat bulan lalu, bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing pada akhir pekan. Rencana kerja sama maritim tertuang dalam pernyataan bersama tertanggal 9 November.
Presiden Prabowo tidak secara langsung merujuk pada pernyataan bersama tersebut dalam komentarnya kepada wartawan, tetapi mengatakan Ia telah membahas Laut China Selatan dengan Presiden Joe Biden dalam sebuah pertemuan sehari sebelumnya di Gedung Putih.
Baca juga:
- Presiden Biden Sambut Hangat Dirinya di Gedung Putih, Donald Trump: Saya Sangat Menghargai
- Sambut Trump di Gedung Putih, Presiden Biden: Kami Berharap Transisi yang Baik, Selamat Datang Kembali
- AS Ingin Jeda Pertempuran di Gaza Diperpanjang, Menlu Blinken: Agar Bantuan Sampai ke yang Membutuhkan
- Intelijen Korsel Sebut Tentara Korut Telah Berpartisipasi dalam Operasi Tempur Menghadapi Ukraina
Diketahui, Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan dengan apa yang disebut sembilan garis putus-putus (nine-dash line), yang tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif negara-negara penggugat lainnya, yakni Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.
Keputusan pengadilan arbitrase pada tahun 2016, yang tidak diakui oleh Beijing, membatalkan klaim Tiongkok atas perairan strategis tersebut.