KPK Harap Yusril Dorong DPR Pengesahan RUU Perampasan Aset

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pengesahan RUU Perampasan Aset di DPR RI semakin cepat dilaksanakan. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra diyakini bisa jadi pendorong.

Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menanggapi pertemuan tertutup antara pimpinan komisi antirasuah dan Yusril yang digelar pada Kamis, 7 November. Ada sejumlah pembahasan dalam kegiatan itu, termasuk soal RUU Perampasan Aset.

"Tentunya sebagai bagian dari eksekutif untuk Menko Kumham Imipas, Bapak Yusril kami mengapresiasi dan berharap hal tersebut dapat menjadi booster di teman-teman atau kawan-kawan di DPR untuk bisa mempercepat prosesnya. Jadi kami mengapresiasi," kata Tessa kepada wartawan, Jumat, 8 November.

Tessa mengatakan KPK selalu menyampaikan pentingnya RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal. Karenanya, dua beleid tersebut diharap menjadi prioritas.

"KPK mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset, termasuk pembatasan uang kartal ini untuk menjadi prioritas pembahasan di DPR," tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra melakukan pertemuan tertutup dengan Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango serta Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Johanis Tanak pada Kamis, 7 November kemarin. Sejumlah pembahasan dilakukan dalam pertemuan tersebut, termasuk soal RUU Perampasan Aset.

Nawawi disebut sempat menanyakan sikap pemerintah Prabowo Subianto terhadap beleid tersebut. Menjawab hal tersebut, Yusril bilang penarikan rancangan perundangan yang diajukan saat masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak akan dilakukan.

Hanya saja, setelah dipelajari perundangan ini merupakan suatu kebaruan.

“Selama ini kita hanya mengenal penyitaan dalam proses penyidikan dan perampasan atas harta benda atau barang bukti yang dituangkan dalam putusan pengadilan,” kata Yusril seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 8 November.

Ke depan, perumusan perundangan ini harus dilakukan dengan cermat dan jangan sampai melanggar hak asasi. Pakar dan masyarakat, kata Yusril, nantinya bisa ikut memberikan masukan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di DPR RI.