Pentingnya Melestarikan Olahraga Tradisional di Tengah Gempuran Kemajuan Teknologi
JAKARTA – Di tengah masifnya perkembangan teknologi di tengah-tengah masyarakat, olahraga tradisional makin terpinggirkan. Padahal menurut psikolog, permainan dan olahraga tradisional memiliki dampak positif untuk kesehatan mental.
Aktivitas sekelompok anak muda bermain lompat karet di sekitaran Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, menjadi sorotan beberapa waktu lalu. Katanya, aktivitas ini dilakukan untuk mengenang kembali masa kana-kanak yang banyak dihabiskan dengan memainkan permainan tradisional, jauh sebelum teknologi masuk dalam kehidupan.
Tak hanya dilakukan komunitas, upaya melestarikan permainan atau olahraga tradisional juga menjadi perhatian Kementerian Pemuda dan Olahraga, dengan tajuk Pekan Olahraga Tradisional Tingkat Nasional (Potradnas) yang sudah berjalan sembilan tahun ke belakang. Pada 2023, Potradnas dibuka oleh Menpora Dito Ariotedjo di Open Space Galery Linggar Jati, Kuningan, Jawa Barat.
“Penyelenggaraan Potradnas ini juga merupakan misi penyelamatan budaya Indonesia dari banyaknya pengaruh budaya asing terutama efek digitalisasi," ungkap Menpora Dito, pada acara pembukaan Potradnas 2023.
Guna menjaring atlet-atlet yang akan berlaga di Potradnas, pemerintah Provinsi Banten menggelar Pekan Olahraga Tradisional Daerah (Potradda) II yang diselenggarakan di Sport Center Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, 30-31 Oktober 2024, yatu Sumpitan, Hadang, Gasing, Egrang, dan Terompah Panjang.
Ketua Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (Kormi) Nasional Hayono Isman menegaskan pentingnya melestarikan olahraga tradisional sebagai bagian dari kekayaan bangsa.
“Kegiatan ini diselenggarakan untuk melestarikan olahraga tradisional di Indonesia. Selain itu, kegiatan ini bertujuan membentuk fisik yang bugar dan mental juara, sehingga dapat turut memajukan bangsa,” ucapnya.
Ini merupakan kali kedua Potradda Provinsi Banten digelar, setelah pertama kalinya diselenggarakan pada 2022 dengan Anyer sebagai tuan rumah. Dua tahun lalu, Kabupaten Tangerang berhasil meraih gelar juara umum, sehingga membuatnya terpilih sebagai tuan rumah.
Menghidupkan Permainan Tradisional
Olahraga tradisional merupakan suatu aktivitas atau permainan yang berasal dari masyarakat itu sendiri dengan mengusung nilai-nilai kebudayaan yang sudah dibawa secara turun-temurun dan menjadi aset kebudayaan.
Di era sekarang ini, di mana masyarakat sudah sangat dekat dengan kemajuan teknologi, olahraga tradisional makin terpinggirkan. Padahal di era 1990-an, permainan olahraga tradisional menjadi favorit hampir semua orang.
Ketua Tim Kerja Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Rekreasi Dispora Kota Tangerang Edi Ruhiyat, S.Ip mengatakan hadirnya Pekan Olahraga Tradisional Daerah (Potradda) II Provinsi Banten bertujuan supaya olahraga tradisional kembali diperkenalkan ke masyarakat.
“Ini adalah olahraga riang gembira. Selain itu, olahraga tradisional ini sebenarnya sama seperti olahraga prestasi. Ajang ini sekaligus mencari atlet-atlet yang akan mewakili Banten di tingkat nasional nanti,” kata Edi kepada VOI.
Hal senada juga dituturkan H. Jejen Jainudin selaku Kabid Olahraga Dispora Kota Tangerang. Tak hanya mencari atlet untuk mewakili Banten di tingkat nasional, ia juga berharap ajang ini bisa menjadi wadah mengenalkan permainan tradisional yang nyaris dilupakan masyarakat, khususnya anak zaman sekarang.
“Apalagi sekarang ini juga kebanyakan anak pakai gadget, pembinaan-pembinaan ini juga bisa untuk memperkenalkan olahraga tradisional,” ucap H. Jejen.
Baik Edi Ruhiyat maupun H. Jejen Jainudin menegaskan, tidak sulit mencari atlet-atlet yang bertanding di Potradda, meski kebanyakan dari mereka adalah generasi Z. Sebagai informasi, Potradda diikuti oleh siswa maupun mahasiswa dengan rentang usia 14 sampai 21 tahun. Mereka yang terbaik di Potradda II Provinsi Banten akan berjuang mewakili Provinsi Banten di ajang Potradnas yang akan diselenggarakan di Gorontalo pada pertengahan tahun depan.
Selain dimainkan di ajang-ajang resmi seperti Potradda II, permainan tradisional juga mulai kembali digaungkan kalangan anak muda. Setidaknya itulah yang terlihat di sekitaran Stadion Gelora Bung Karno sejak beberapa bulan terakhir. Di tengan hiruk-pikuk kehidupan kota, sekelompok anak muda, kebanyakan berusia 20-an tahun, terlihat bergembira memainkan lompat karet.
Pada medio September lalu, media sosial diramaikan dengan sekelompok orang bernostalgia mengenang masa kecil dengan memainkan permainan tradisional lompat karet. Mengutip Tempo, kegiatan ini diprakaisai Komunitas Bermain dan dibentuk pada 4 Agustus 2024.
Baca juga:
- Indonesia Daftar Masuk BRICS dan Dampaknya untuk Kelas Menengah
- Pemerintah Perlu Segera Selamatkan Industri Tekstil karena Sumbangan terhadap Ekonomi dan Tenaga Kerja Besar
- Sritex Dinyatakan Pailit, Industri Tekstil Indonesia Sekarat Digempur Produk China
- Kontroversi Pembelajaran Matematika Sejak TK di Tengah Merosotnya Skor Numerasi Indonesia
“Kami kebanyakan generasi Z, tapi masih mengalami masa-masa main lompat karet sebelum fokus pada gadget,” kata Moyi, pegawai swasta berusia 22 tahun.
Gagasan mereka sebenarnya sederhana, yaitu demi menghadirkan kembali permainan tradisional di tengah hiruk-pikuk kehidupan urban Jakarta.
Ribuan Jenis Permainan Tradisional
Komunitas Bermain disebut memiliki 1.022 anggota yang tersebar di Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, dan Bandung. Mereka biasanya berkumpul dan bermain bersama di Stadion GBK setiap Jumat pukul 19.00 WIB dan Minggu pukul 07.00 WIB berbarengan dengan momen hari bebas kendaraan.
Rutinitas yang dilaksanakan Komunitas Bermain mendapat apresiasi dari Ketua Umum Komite Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional Indonesia (KPOTI) Mohamad Zaini Alif. Ia mengatakan, kehadiran permainan tradisional di Stadion GBK lebih dari sekadar hiburan, tapi juga upaya menghubungkan generasi muda dengan generasi budaya.
“Sekaligus mengatasi dampak negatif ketergantungan teknologi modern,” ucap Zaini.
Kemunculan seperti Komunitas Bermain juga senada dengan tujuan KPOTI sejak empat tahun lalu, yaitu menjadikan permainan tradisional bagian dari perlindungan budaya yang terhubung dengan masa lalu. Permainan tradisional tidak hanya mengobati rasa rindu, tapi juga memenuhi kebutuhan aktivitas fisik dan sosial di era digital.
Menurut data KPOTI, Indonesia memiliki 2.600 jenis permainan tradisional, baik yang masih dimainkan maupun tidak. KPOTI juga telah membakukan 11 permainan tradisional lewat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Sebanyak 11 olahraga tradisional yang telah dibakukan adalah tarik tambang, hadang atau yang dikenal juga dengan sebutan gobak sodor, egrang, dagongan, terompah panjang atau bakiak, bentengan, patok lele, gasing, gebuk bantal, sumpitan, dan lari balok. Dari 11 permainan tradisional tersebut, lima di antaranya dipertandingan di ajang Potradda Provinsi Banten. Tahun ini KPOTI juga berencana menambah jumlah permainan yang dibekukan menjadi 21.
“Kami menghargai perbedaan lokal, tapi kami menyamakan aturan untuk memungkinkan adanya festival dan kompetisi yang terstandardisasi,” kata Zaini.
Dari sisi kesehatan mental, permainan tradisional juga memiliki dampak positif, menurut Efnie Indrianie, psikolog Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Permainan tradisional melibatkan gerak aktif dan interaksi sosial mirip olahraga, namun dengan elemen kesenangan.
Aktivitas ini, kata dia, dapat mengaktifkan hormon endorfin atau hormon kebahagiaan, yang membantu mengatasi stres dan meningkatkan suasana hati. Memang belum ada riset yang membuktikan dampak psikologis permainan tradisional, namun perasaan bahagia yang terpancar dari mereka yang beraktivitas di sekitaran GBK muncul dari interaksi sosial.
“Bergerak dan berinteraksi dengan orang lain dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental,” katanya.