Beri Perlindungan Hukum ke Pekerja Rumah Tangga, Komisi XIII DPR Bakal Perjuangkan Pengesahan RUU PPRT
JAKARTA - Komisi XIII DPR akan terus mengejar pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) agar segera bisa disahkan menjadi undang-undang.
Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya menegaskan RUU PPRT penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga.
"Kami akan tancap gas untuk lakukan pembahasan yang telah lama tertunda ini. Ini menyangkut perlindungan rakyat Indonesia, khususnya demi masyarakat yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga,” ujar Willy Aditya, Rabu, 30 Oktober.
Menurut Willy, pengesahan RUU PPRT sejalan dengan visi misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya terkait dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
"Ada penegasan dalam asta cita Presiden Prabowo soal peningkatan SDM, DPR tentu selalu siap mengakselerasinya. Kita mulai dari RUU PPRT ini dengan tambahan energi baru di DPR," katanya.
Willy menjelaskan DPR terus berkomitmen untuk memperjuangkan seluruh kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Termasuk mempercepat pembahasan RUU PPRT yang sudah dinantikan hampir dua dekade ini.
“Banyak kasus terkait teman-teman PRT yang tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak adanya undang-undang yang mengatur secara khusus tentang perlindungan hukum PRT. Ini yang akan kita perjuangkan," tegas Willy.
"DPR harus menjadi garda terdepan untuk melindungi seluruh masyarakat melalui fungsi legislasinya dengan membuat undang-undang, termasuk perlindungan untuk PRT,” imbuhnya.
Jumlah PRT di Indonesia diperkirakan mencapai 5 juta orang. Profesi PRT kerap berada dalam situasi yang rentan. Hal ini lantaran PRT tidak memiliki pengakuan resmi sebagai pekerja sehingga tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti upah yang layak, jaminan sosial, dan perlindungan dari kekerasan.
Data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa antara 2019 hingga 2023 terdapat setidaknya 25 kasus terkait PRT yang dilaporkan, mencakup kekerasan fisik dan seksual. Tanpa adanya regulasi yang jelas, banyak kasus berakhir tanpa proses hukum.
Salah satu kasus kekerasan kepada PRT bisa dilihat dari kejadian yang menimpa RN (18) tahun 2022 silam. PRT asal Cianjur tersebut mengalami serangkaian penyiksaan dari majikannya.
Akibatnya RN sempat dibawa ke RSPAD Gatot Subroto dan mengalami trauma. Kasus yang menimpa RN pada kenyataannya kerap dialami oleh banyak PRT lainnya, hanya saja tidak semua terungkap.
Adapun tujuan dari RUU PPRT sendiri adalah agar ada pengakuan PRT sebagai pekerja yang memiliki hak-hak dan mendapatkan perlindungan hukum. Mulai dari perlindungan dari tindak kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan.
RUU PPRT juga memberikan kepastian hukum yang mengatur hubungan antara PRT, pemberi kerja, pemerintah, dan pihak lain yang terkait. Kemudian menjamin hak-hak asasi PRT, seperti tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, bangsa, ras, agama, suku, bahasa, dan warna kulit, serta meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan PRT dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Badan Legislasi (Baleg) DPR telah memastikan RUU PPRT akan menjadi salah satu RUU yang masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) tahun ini.
Willy yang juga mantan wakil ketua Baleg DPR itu menjelaskan RUU PPRT pada periode lalu sebenarnya sudah lengkap dan memiliki surat dari presiden sebelumnya untuk membahas bersama DPR.
“Namun karena kondisi politik saat itu akhirnya penuntasan RUU PPRT ditunda,” tutupnya.