Wujudkan Efisiensi Penggunaan BBM Subsidi di Perkeretaapian, KAI Kolaborasi dengan BPH Migas

JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI berkolaborasi dengan BPH Migas untuk mewujudkan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi di sektor perkeretaapian.

VP Public Relations KAI Anne Purba mengatakan KAI akan memanfaatkan alokasi BBM subsidi yang ditetapkan pemerintah melalui BPH Migas secara optimal demi mendukung mobilitas angkutan barang dan penumpang dengan kereta api.

“KAI juga akan terus menjalin kerja sama dengan stakeholder terkait seperti BPH Migas untuk memastikan penyaluran BBM subsidi berjalan dengan lancar serta sesuai aturan yang ditetapkan sehingga tetap memenuhi prinsip Good Corporate Governance (GCG),” katanya dalam keterangan resmi, Jumat, 25 Oktober.

Sekadar informasi, kehadiran kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bagi perkembangan transportasi massal sangat diperlukan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan mobilitas masyarakat dalam mengerakan roda perekonomian.

Anne mengatakan kereta api merupakan angkutan massal dengan banyak keunggulan seperti bebas macet, hemat energi, mengurangi beban jalan raya, tingkat keselamatan tinggi, dan jadwal yang tepat waktu.

“Selain itu, penggunaan kerta api untuk angkutan barang juga memiliki banyak keunggulan dibanding transportasi darat lainnya yaitu ramah lingkungan. Sudah sewajarnya diperlukan dukungan seluruh stakeholders guna perkembangannya, Salah saatunya dengan dukungan pemberian kuota BBM Subsidi bagi transportasi kereta api,” kata Anne.

Anne menjelaskan pemakaian BBM Subsidi di kereta api diatur dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak Dan Gas Bumi RI Nomor 53/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak Dan Gas Bumi Nomor 94/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2023 Tentang Penetapan Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Jenis Minyak Solar (Gas Oil) Untuk Sarana Transportasi Darat Berupa Kereta Api Umum Penumpang Dan Barang Tahun 2024.

Dalam aturan tersebut, kuota bahan bakar minyak tertentu jenis minyak solar (Gas Oil) untuk sarana transportasi darat berupa Kereta Api Umum Penumpang dan Barang Tahun 2024 sebesar 196.653 KL (Seratus Sembilan Puluh Enam Ribu Enam Ratus Lima Puluh Tiga Kiloliter).

Adapun rinciannya sebagai berikut:

- Kereta Api Penumpang sebesar 172.849 kilo liter (KL)

- Kereta Api Barang Komoditas Klinker sebesar 1.050 KL

- Kereta Api Barang Komoditas Parcel sebesar 2.529 KL

- Kereta Api Barang Komoditas Peti Kemas sebesar 15.539 KL

- Kereta Api Barang Komoditas Semen sebesar 4.686 KL

Anne mangatakan, jika dibandingkan sebagai contoh angkutan batu bara yang mengangkut 3.000 ton dengan jarak 409 km per hari menggunakan kereta api, hanya membutuhkan 92 KA, satu rangkaian KA dapat mengangkut 61 gerbong batu bara dengan konsumsi 4.629 liter bahan bakar minyak.

Jika dibandingkan dengan 150 truk dengan kapasitas besar masing-masing truk 20 ton akan membutuhkan 22.125 liter bahan bakar minyak. Karena itu, kata Anne, hal ini tentunya sangat jauh berbeda.

“Perbandingan tingkat efisiensi bahan bakar kereta api dengan moda darat lainnya untuk angkutan barang tentunya jauh lebih tinggi. Saat ini, selain mengangkut batu bara kereta api juga mengangkut komoditi barang lainnya seperti peti kemas, semen dan retail,” ungkap Anne.

Mengutip dari Guidelines to Defra/DECC’s GHG Covenrsion Factors for Company Reporting Anne menjelaskan, penggunaan KA untuk angkutan barang menghasilkan efisiensi BBM sekitar 79 persen dan secara drastis mengurangi karbon sekitar 99 persen. Saat ini, kontribusi angkutan barang berbasis rel baru 2 persen dari total angkutan barang darat secara keseluruhan di Indonesia.

“Logistik di Indonesia masih di dominasi oleh angkutan darat dengan moda truck yang pada realisasinya menyebabkan kerugian yang timbul di jalan raya. Seperti dikutip dari situs resmi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) pada tahun 2022 kerusakan jalan akibat truck Over Dimension Over Load (ODOL) hingga memicu peningkatan anggaran untuk pemeliharaan jalan raya. Biaya perawatan jalan raya rata-rata Rp43,45 trilliun per tahun,” tambah Anne.

Khusus untuk angkutan barang, sambung Anne, KAI terus mengembangkan angkutan batu bara di Sumatra Bagian Selatan. Melalui distribusi batu bara yang lancar, aman, dan ramah lingkungan menggunakan kereta api, KAI turut berkontribusi dalam mengamankan ketersediaan energi listrik bagi masyarakat khususnya untuk wilayah Jawa dan Bali.

“Koordinasi dengan BPH Migas menjadi salah satu upaya KAI untuk memberikan pelayanan distribusi batu bara dengan optimal guna mendukung pasokan energi nasional,” tutup Anne.