Temui Presiden Rusia Putin, PM India Modi: Kami Mendukung Sepenuhnya Pemulihan Perdamaian dan Stabilitas
JAKARTA - Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, dirinya menginginkan perdamaian di Ukraina, dengan India siap membantu tercapainya gencatan senjata untuk mengakhiri konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, saat keduanya bertemu di sela-sela gelaran KTT BRICS di Kazan Hari Selasa.
Presiden Putin berterima kasih kepada PM Modi karena menerima undangan untuk mengunjungi Kazan, Kota di tepi Sungai Volga yang menjadi tuan rumah pertemuan pada 22-24 Oktober, mengatakan Rusia dan India berbagi "kemitraan strategis yang istimewa".
PM Modi berterima kasih kepada Putin atas "persahabatannya yang kuat", memuji kerja sama yang berkembang dan evolusi BRICS, tetapi juga mengatakan India merasa konflik di Ukraina harus diakhiri dengan damai.
"Kami terus berhubungan dengan masalah konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina," kata PM Modi, melansir Reuters 22 Oktober.
"Kami percaya bahwa masalah harus diselesaikan hanya melalui cara damai," sambungnya.
"Kami sepenuhnya mendukung pemulihan perdamaian dan stabilitas awal. Semua upaya kami mengutamakan kemanusiaan. India siap memberikan semua dukungan yang mungkin di masa mendatang," tandas PM Modi, seraya menambahkan Ia akan membahas masalah tersebut dengan Presiden Putin.
Baca juga:
- Rumah Sakit di Gaza Kehabisan Peti Mati Akibat Serangan Israel, Korban Luka Tembus 100 Ribu Orang
- Serukan Gencatan Senjata di Gaza Utara Meski Sejam, Kepala UNRWA: Untuk Keluarga Mengungsi dengan Aman
- Rusia Gelar KTT BRICS, Presiden Putin: Ini Asosiasi Negara yang Bekerja Sama Berdasarkan Nilai-nilai Bersama
- Menlu AS Blinken Kembali Terbang ke Timur Tengah Cari Cara Akhiri Konflik Gaza dan Redakan Situasi di Lebanon
Rusia mengharapkan 22 pemimpin, termasuk Presiden Tiongkok Xi Jinping yang tiba pada Hari Selasa, untuk menghadiri pertemuan puncak BRICS tahun ini.
KTT BRICS berlangsung saat para kepala keuangan global berkumpul di Washington, Amerika Serikat di tengah perang di Timur Tengah serta Ukraina, ekonomi Tiongkok yang lesu dan kekhawatiran pemilihan presiden AS dapat memicu pertempuran dagang baru.