Ukraina Desak Brasil Tangkap Presiden Rusia Putin Jika Hadir di KTT G20 Bulan Depan

JAKARTA - Jaksa agung Ukraina mengatakan dia telah menerima informasi intelijen yang mengindikasikan Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin akan menghadiri KTT G20 di Brasil bulan depan, meminta pihak berwenang di sana untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan jika dia muncul.

Jaksa Agung Ukraina Andriy Kostin mengatakan dalam wawancara, "penting bagi masyarakat internasional untuk bersatu dan meminta pertanggungjawaban Putin."

Karena "informasi bahwa Putin mungkin menghadiri pertemuan puncak G20 di Brasil, saya ingin menegaskan kembali bahwa otoritas Brasil sebagai negara pihak Statuta Roma berkewajiban untuk menangkapnya jika ia berani berkunjung," kata Kostin kepada Reuters seperti dikutip 15 Oktober, merujuk pada perjanjian yang membentuk Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

"Saya benar-benar berharap Brasil akan menangkapnya, menegaskan kembali statusnya sebagai negara demokrasi dan negara yang diatur oleh aturan hukum," katanya.

Kegagalan untuk melakukannya berisiko menciptakan preseden di mana para pemimpin yang dituduh melakukan kejahatan dapat bepergian tanpa hukuman, katanya.

Diketahui, ICC di Den Haag, Belanda mengeluarkan surat perintah untuk Putin pada Maret 2023, sekitar setahun setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, menuduhnya melakukan kejahatan perang dengan mendeportasi anak-anak.

Rusia membantah tuduhan kejahatan perang dan Kremlin telah menolak surat perintah ICC sebagai "batal demi hukum".

Ketika ditanya apakah keputusan telah dibuat tentang apakah Putin akan menghadiri pertemuan 20 negara ekonomi terkemuka dunia, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan pada Hari Senin: "Belum. Ketika keputusan dibuat, kami akan memberi tahu Anda."

Brasil mengirim undangan kepada Presiden Putin untuk menghadiri KTT G20 pada 18-19 November di Rio de Janeiro, tetapi belum menerima indikasi Pemimpin Krempin itu berencana untuk hadir, menurut dua pejabat pemerintah Brasil.

Kantor kejaksaan ICC menolak berkomentar.

Sementara, seorang juru bicara pengadilan menegaskan kembali, pengadilan bergantung pada negara pihak dan mitra lainnya untuk melaksanakan keputusannya, termasuk surat perintah penangkapan.

Negara-negara anggota "memiliki kewajiban untuk bekerja sama sesuai dengan" perjanjian pendirian pengadilan tersebut, kata juru bicara Fadi El Abdallah.

Di antara enam pejabat Rusia yang menjadi sasaran surat perintah ICC adalah komisioner hak-hak anak, Maria Lvova-Belova, mantan menteri pertahanan Sergei Shoigu, serta Viktor Sokolov dan Sergey Kobylash, yang dituduh mengarahkan serangan terhadap lokasi-lokasi sipil.

Meskipun ada surat perintah ICC, Presiden Putin pada Bulan September melakukan kunjungan resmi kenegaraan ke Mongolia. Ukraina ketika itu mengkritik kegagalan menangkapnya sebagai pukulan bagi keadilan internasional.

Tahun lalu, Presiden Putin tidak menghadiri pertemuan negara-negara BRICS secara fisik di Afrika Selatan, memilih untuk hadir secara daring.