Tunjangan Perumahan untuk Anggota DPR Tak Masuk Akal dan Melukai Hati Rakyat

JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029 tidak lagi mendapatkan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA). Namun akan menerima uang tunjangan perumahan Rp50 juta setiap bulan sebagai gantinya. Pergantian skema tunjangan perumahan untuk para wakil rakyat ini mengundang kontroversi.

Kabar ini bermula dari Surat Edaran Sekretariat Jenderal DPR bernomor B/733/RT.01/09/2024 dan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar pada 25 September 2024 menyebutkan, anggota DPR 2024-2029 akan diberikan tunjangan perumahan dan tidak diberikan fasilitas rumah jabatan anggota.

Ini merupakan hasil keputusan rapat pimpinan DPR, pimpinan fraksi-fraksi DPR, dan Sekretariat Jenderal DPR pada 24 September 2024. Artinya, anggota DPR 2019-2024, baik yang terpilih kembali atau tidak, diminta segera menyerahkan rumah dinas yang mereka gunakan ke pihak Sekretariat Jenderal DPR.

Sejumlah anggota DPR dan DPD masa bakti 2024-2029 berfoto di depan Gedung Kura-Kura usai dilantik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Anggota DPR dari Fraksi Golkar 2024-2029 Zulfikar Arse Sadikin menjelaskan, setiap anggota DPR akan mendapat tunjangan perumahan sebesar Rp58,65 juta per bulan setelah dipotong pajak.

Anggaran tunjangan perumahan hingga Rp50 juta lebih per bulan dinilai pengamat melukai hati rakyat. Saat ini, kondisi masyarakat tengah sulit secara ekonomi karena tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dibarengi dengan lemahnya daya beli.

Pemborosan Uang Negara

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan kondisi rumah dinas anggota DPR di Kalibata, Jakarta Selatan sudah parah. Rumah itu butuh perawatan yang harganya tidak ekonomis. Dengan alasan ini, DPR memutuskan tidak lagi memberi rumah dinas kepada anggota DPR yang baru dilantik pekan lalu.

Kompleks rumah dinas di Kalibata merupakan salah satu lokasi rumah dinas DPR. Lokasi rumah dinas lain berada di daerah Ulujami, Jaksel.

Di Kalibata, tiap rumah dinas memiliki luas sekitar 250 meter persegi. Rumah-rumah berlantai dua ini dibangun pada 1988 dan disediakan negara sebagai tempat tinggal para anggota DPR baik yang berasal dari area Jakarta, maupun provinsi lain.

Alasan bahwa anggota DPR tak lagi mendapat rumah dinas karena sebagian besar kondisinya rusak parah dan tidak layak ditinggali. Kebanyakan, struktur rumah turun sehingga banyak retak di dinding. Selain itu, rumah dinas tersebut kerap banjir ketika musim hujan tiba.

Suasana pengambilan sumpah jabatan anggota-anggota DPR, DPD, dan MPR masa bakti 2024-2029 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). (ANTARA/Dhemas Reviyanto/app/rwa/aa)

Memperbaiki rumah dengan kondisi seperti itu, menurut Indra Iskandar bisa berbiaya mahal, apalagi anggaran dari Kementerian Keuangan menurutnya terbilang kecil dan tidak cukup untuk memelihara segala keperluan seperti bangunan fisik, lingkungan, saluran air, jaringan listrik, dan lain-lain.

Sementara itu, Habiburokhman, anggota DPR periode 2024-2029, mengatakan mengganti rumah dinas dengan tunjangan perumahan tidak cukup. Ia menuturkan, tunjangan pengganti fasilitas rumah jabatan tidak cukup untuk mengontrak rumah di dekat kawasan Senayan.

Zulfikar Arse Sadikin mencoba merinci pengeluaran negara untuk tunjangan perumahan. Jika setiap anggota DPR mendapat kucuran Rp58,65 juta per bulan, maka selama satu tahun bakal mengantungi duit Rp703,8 juta. Anggota DPR periode 2024-2029 berjumlah 580 orang.

“Dengan begitu selama satu tahun, negara menghabiskan sebesar Rp408,2 miliar hanya untuk tunjangan perumahan,” tuturnya.

Klaim bahwa penghapusan fasilitas rumah dinas untuk para anggota DPR periode 2024-2029 karena rumah-rumah ini tidak layak huni dicurigai publik. Masyarakat menganggap tunjangan perumahan hanya dalih DPR untuk mendapatkan uang tunai dari anggaran negara justru lebih kental dalam wacana ini. Apalagi, menurut pantauan media, kondisi rumah dinas di Kalibata masih sangat layak huni.

Sejumlah pengamat pun mengkritik kebijakan ini. Direktur Indonesian Parliamentary Centre (IPC) menuturkan, pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR tidak pas jika diberikan selama lima tahun jabatan. Karena selama ini sudah ada fasilitas berupa rumah dinas. Kalau pun rumah dinas rusak dan butuh direnovasi, sebaiknya tunjangan perumahan diberikan sementara ketika fasilitas itu diperbaiki.

”Sebagai pejabat negara, semua fasilitas sudah digunakan, mulai dari kendaraan, tunjangan, dan rumah dinas. Kalau digantikan dengan tunjangan rumah dinas, itu namanya pemborosan uang negara,” kata Hanafi.

DPR Mementingkan Kenyamanan Pribadi

Pemberian tunjangan perumahan juga tetap berlaku kepada anggota DPR yang berstatus pasangan suami istri, seperti Ahmad Dhani-Mulan Jameela, Uya Kuya-Astrid Kuya, dan Rusdi Masse Mappasessu-Fatmawati Rusdi. Selain itu ada juga nama seperti Victor Laiskodat-Julie S. Laiskodat, Sugiono Firnando-Marlyn Maisarah, hingga Ahmad Muzani-Himmatul Alliya.

Arif Adiputro, peneliti dari IPC, menilai keputusan ini tidak sensitif di tengah kondisi masyarakat yang sulit secara ekonomi. Saat ini, angka pengangguran terus bertambah dan daya beli masyarakat lemah.

"Publik pasti akan melihat Rp50 juta per bulan untuk tunjangan padahal kondisi masyarakat sedang berat, pasti merasa kecewa,” ucap Arif.

Belum juga mulai kerja, anggota DPR malah memulai dengan wacana yang kontroversial, yaitu tunjangan perumahan. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan wacana ini sangat kontradiktif.

Ia juga menyebut alasan yang disampaikan DPR tidak logis, karena sebenarnya ada anggaran rutin pemeliharaan rumah dinas yang bisa digunakan untuk merenovasi jika ada kerusakan.

Pasangan artis sekaligus anggota DPR terpilih masa bakti 2024-2029 dari Partai Gerindra Ahmad Dhani Prasetya dan Mulan Jameela tiba di Gedung Nusantara untuk mengikuti pelantikan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). (ANTARA/Dhemas Reviyanto)

”Alasan pengadaan tunjangan perumahan kurang dipercaya oleh publik, karena selama ini ada anggaran dan proyek pengadaan untuk perbaikan rumah dinas. Jadi, mestinya kita pertanyakan dulu ke mana anggaran perawatan kerusakan rumah dinas itu?” tanya Lucius.

"Kenapa sih DPR harus selalu memulai periode dengan kegaduhan terkait fasilitas melulu? Kenapa harus didahulukan itu urusan kenyamanan pribadi? Bukan kepentingan rakyat? Kok kesannya bernafsu mengejar harta?" imbuhnya.

Ia menilai pemberian tunjangan perumahan hanya akan menambah beban anggaran negara. Daripada memberi uang tunjangan, menurutnya lebih efisien memakai rumah dinas untuk saat ini sambil menunggu DPR pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.

”Mengapa juga tidak menunggu sampai DPR pindah ke Ibu Kota Nusantara? Kalau memang harus pindah ke sana, baru masuk akal mereka sewa rumah dengan tunjangan perumahan, karena belum ada rumah untuk mereka. Tapi, di sini sudah disediakan di Kalibata dan Ulujami yang menurut saya bisa direnovasi,” pungkasnya.