Mengenal Doom Spending, Fenomena yang Menjadi Hantu Belanja

YOGYAKARTA - Di tengah maraknya tren belanja online, muncul sebuah fenomena yang patut kita cermati yaitu doom spending. Menjadi kebiasaan belanja impulsif ini semakin sering terjadi, mari mengenal doom spending lebih lanjut.

Meskipun memberikan kepuasan sesaat, kebiasaan ini dapat berdampak buruk pada keuangan dan kesejahteraan kita. Mari kita bahas lebih dalam fenomena ini, serta berbagai dampaknya yang bisa ditimbulkan.

Mengenal Doom Spending

Dilansir dari US News, "doom spending" mengacu pada fenomena menakutkan yang terjadi ketika orang-orang menghabiskan uang untuk mengatasi stres.

Meskipun ada kekhawatiran tentang ekonomi dan urusan luar negeri, menurut studi tahun 2023 oleh Qualtrics atas nama Intuit Credit Karma.

Sebagai contoh, Anda mungkin khawatir karena tidak memiliki cukup uang untuk membayar tagihan, menabung, dan bersenang-senang.

Akibatnya, Anda mungkin melewati langkah menabung dan berbelanja secara impulsif untuk membuat diri Anda merasa lebih baik.

Kini fenomena doom spending sedang tren di AS. Hampir semua orang Amerika (96%) khawatir tentang keadaan ekonomi saat ini dan dua pertiga mengatakan bahwa hal itu membuat mereka cemas, menurut penelitian tersebut.

Beberapa stresor doom spending yang paling mendesak termasuk inflasi, ketidakmampuan untuk membeli kebutuhan pokok, berhutang, dan tidak memiliki uang untuk dihabiskan untuk hal-hal yang membawa kebahagiaan.

Sebelum melanjutkan, baca juga artikel yang membahas Mengenal Sistem Integrasi Vertikal di Jasa Logistik

stresor doom spending yang paling mendesak termasuk inflasi (freepik)

Fenomena doom spending sendiri dapat dimengerti, karena biaya hidup telah meningkat sebesar 20,8% sejak 2020.

"Saya percaya bahwa dengan inflasi yang meningkat begitu banyak selama beberapa tahun terakhir, orang-orang sangat putus asa karena gaji mereka tidak berjalan sejauh itu. Mereka telah menyerah untuk mencapai tujuan mereka dan hanya mencoba bertahan hidup tetapi ingin memanjakan diri mereka dengan cara apa pun yang mereka bisa," jelas Kendall Meade perencana keuangan bersertifikat di SoFi.

Meade menambahkan bahwa utang kartu kredit dan suku bunga juga telah meningkat, sehingga pembayaran utang menghabiskan sebagian besar pendapatan disposable orang.

Selain itu, munculnya media sosial dapat memperburuk perasaan tidak memadai atau FOMO (fear of missing out), dan mendorong individu untuk berbelanja dalam upaya untuk mengikuti norma-norma sosial yang dirasakan.

Meskipun dapat dimengerti, pengeluaran untuk mengatasi stres keuangan dapat dengan cepat mengarah pada spiral ke bawah.

Pada tahun 2023, sekitar sepertiga orang Amerika melaporkan peningkatan utang dan hampir setengahnya mengatakan bahwa saldo tabungan mereka telah berkurang.

Pakar keuangan merekomendasikan kerangka anggaran 50/30/20 untuk mengatasi doom spending. Angka tersebut berarti 50% pendapatan dialokasikan untuk pengeluaran penting, 30% untuk pengeluaran diskresioner, dan 20% untuk tabungan atau tujuan jangka panjang.

Dengan cara ini, Anda bisa bersenang-senang sambil tetap mencapai tujuan keuangan. Selain itu, penting untuk mengenali emosi yang mendorong pengeluaran impulsif dan mengembangkan cara yang lebih sehat untuk mengatasinya.

Anda perlu membiasakan perilaku yang bermanfaat seperti pembayaran tagihan dan tabungan, sehingga tidak perlu bergantung pada disiplin setiap bulan.

Untuk hiburan, pertimbangkan aktivitas murah atau gratis seperti memanfaatkan perpustakaan, berjalan di taman, mendengarkan musik, atau menonton video di YouTube.

Selain mengenal doom spending, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari VOI dan follow semua akun sosial medianya!