Iran Luncurkan 181 Rudal ke Israel, PM Netanyahu: Kesalahan Besar, Mereka akan Membayarnya

JAKARTA - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan Iran membuat kesalahan besar dan akan membayarnya, usai Teheran meluncurkan hampir 200 rudal ke Israel pada Hari Selasa malam waktu setempat.

Salvo rudal balistik Iran membuat hampir 10 juta orang berlindung di tempat perlindungan bom saat proyektil dan pencegat meledak di langit, dikutip dari The Times of Israel 2 Oktober.

"Iran melakukan kesalahan besar malam ini dan mereka akan membayarnya," kata PM Netanyahu, melansir Reuters.

Sekitar 181 rudal diluncurkan dalam serangan itu, menurut pejabat Israel. Sementara, Israel Defense Forces (IDF) mengatakan bahwa mereka mencegat "sejumlah besar" dari rudal tersebut.

Pertahanan udara Israel "efektif," kata IDF. AS juga berpartisipasi dalam pertahanan Israel, baik dengan mendeteksi ancaman dari Iran sebelumnya dan mencegat beberapa rudal, menurut militer.

IDF mengatakan ada dampak "terisolasi" di Israel tengah dan beberapa dampak lagi di Israel selatan. Mereka menekankan bahwa tidak ada kerusakan pada "kompetensi" Angkatan Udara Israel (IAF) dalam serangan itu, mengatakan pesawat IAF, pertahanan udara, dan kontrol lalu lintas udara beroperasi secara normal.

Serangan terhadap Israel telah "gagal" dan "digagalkan berkat sistem pertahanan udara Israel, yang merupakan yang paling canggih di dunia," kata PM Netanyahu.

"Rezim di Iran tidak memahami tekad kami untuk mempertahankan diri dan tekad kami untuk membalas musuh-musuh kami," tandasnya.

Iran meluncurkan serangan Selasa malam sebagai pembalasan serangan yang menewaskan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh, Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan Wakil Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC) Brigjen Abbas Nilforoushan.

Garda Revolusi Iran mengatakan mereka menargetkan tiga pangkalan militer Israel.

Sementara itu, seorang pejabat senior Iran mengatakan kepada Reuters, perintah untuk meluncurkan rudal ke Israel telah dibuat oleh Pemimpin Tertinggi negara itu Ayatollah Ali Khamenei.