Kementerian PUPR Rancang Pembangunan Berkelanjutan dengan Peta Zona Iklim
JAKARTA - Sektor bangunan disebut sebagai salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun akan membangun bangunan dengan konsep berkelanjutan berdasarkan peta zona iklim.
"Sektor bangunan merupakan tanggung jawab dan tugas yang diberikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan merupakan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Zainal Fatah dalam agenda Peluncuran Peta Zona Iklim untuk Pendinginan Pasif dan Data Iklim Standar dalam Proses Pembangunan Gedung Berkelanjutan serta Seminar Internasional bertajuk "Paving Our Sustainable Future: Innovation in Climate Resilient Habitat" di Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa, 1 Oktober.
Zainal Fatah bilang, saat ini sektor bangunan saat menyumbang sepertiga emisi gas rumah kaca. Meski begitu, sektor ini memiliki potensi besar untuk penghematan energi dan pengurangan emisi.
"Kami mencatat bahwa (sektor bangunan) menyumbang sepertiga dari total emisi gas. Di sisi lain, sektor bangunan juga menjanjikan potensi besar untuk penghematan energi serta pengurangan emisi," ucapnya.
Dia menilai, peta zona iklim sampai data cuaca sangat penting sebagai acuan dalam membangun bangunan dengan konsep berkelanjutan dan menghemat energi. Hal ini juga sudah dilakukan di beberapa negara maju.
"Di sisi lain, beberapa negara di dunia baik negara maju maupun berkembang telah memetakan zona iklim mereka untuk desain bangunan gedung yang berkelanjutan. Dengan demikian, kami juga menyediakan atau mendapat potensi penghematan energi untuk masing-masing zona. Mereka juga menyediakan data cuaca standar untuk keperluan tersebut," kata dia.
Dengan adanya peta zona iklim, pembangunan bangunan berkelanjutan dapat memperhatikan perbedaan temperatur dalam dan luar ruangan yang membuat bangunan dapat lebih dingin 4-5 derajat. Langkah inilah yang dapat mengurangi penggunaan Air Conditioner (AC).
"Kami punya contoh tadi satu di Tegal, tadi yang disampaikan dalam presentasi juga bahwa perbedaan temperatur antara di luar dan di dalam itu bisa mencapai perbedaannya, ya. Jadi, lebih dingin 4-5 derajat gitu, ya. Jadi kalau di luar itu 30 derajat, di dalam berarti sekitar 26-25 derajat. Sudah lebih nyaman, ya, tanpa adanya AC," lanjut Zainal Fatah.
Dalam merancang peta zona iklim, Zainal menjelaskan ada beberapa pihak yang terlibat selain Kementerian PUPR. Beberapa pihak tersebut adalah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta Kagoshima University dan Hiroshima University dari Jepang.
"Saat ini, kami memiliki zona iklim untuk potensi pendinginan pasif dan data cuaca standar. Hal tersebut terealisasi berkat kolaborasi yang baik antara kami, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Kagoshima University dan Hiroshima University, tentu dengan dukungan penuh dari Japan International Cooperation Agency (JICA)," ungkapnya.
Baca juga:
Menurut Zainal Fatah, peta tersebut nantinya akan berdampak pada pembangunan yang berkelanjutan. Termasuk di dalamnya pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Langkah ini juga dinilai Zainal Fatah sesuai dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang terdiri dari pengurangan emisi gas rumah kaca nasional dari 29 persen menjadi 31,80 persen dengan usaha sendiri dan dari 40 persen menjadi 42,3 persen dengan bantuan internasional.
Sementara itu, Direktur Bina Teknik Pemukiman dan Perumahan Kementerian PUPR Dian Irawati menjelaskan bahwa skema yang dipakai dalam riset peta zona iklim adalah skema hibah.
"Hibah, bukan kerja sama. Jadi, untuk riset ini kami ada program doktornya juga, itu dari PUPR. PUPR ada dua, kemudian dari BMKG ada satu. Kemudian dari Gajah Mada, ITB dan ITS itu ada yang sekolah program doktor, kemudian program master juga dari PUPR dan BMKG. Jadi, program riset ini langsung bisa diimplementasikan," jelasnya.