DKPP Prediksi Aduan Pelanggaran Etik saat Pilkada Bakal Lebih Banyak

BOGOR - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito memprediksi aduan etik yang masuk ke lembaganya saat pilkada bakal lebih tinggi dibanding pemilihan presiden maupun legislatif. Dia sudah melihat fenomena ini sejak menjabat.

“Pilkada tinggal dua bulan lagi, perkiraan saya dan berdasarkan pengalaman yang lalu, pengaduan pelanggaran etik saat pilkada jauh lebih banyak dari pemilu,” kata Heddy kepada wartawan di Bogor, Jawa Barat yang dikutip Sabtu, 28 September.

Heddy bilang kedekatan antara penyelenggara dan peserta pemilu biasanya jadi penyebab. “Calon gubernur, bupati, wali kota pasti sudah berhubungan erat dengan anggota dan ketua KPU maupun Bawaslu,” tegasnya.

“Kerabat mereka juga pasti punya kerabat-kerabat di tingkat kecamatan, kelurahan, bahkan KPPS, dan itulah yang memungkinkan terjadi pelanggaran etik, pelanggaran undang-undang pemilu, bahkan pelanggaran administratif sampai pelanggaran pidana pemilu,” sambung Heddy.

Sementara dalam kesempatan terpisah, Heddy mengatakan DKPP bakal melaksanakan rapat koordinasi (rakor) dengan KPU dan Bawaslu. Sejumlah hal bakal dibahas, termasuk upaya mencegah terjadinya pelanggaran etik saat pelaksanaan Pilkada 2024.

Rakor pertama, sambung Heddy, bakal dilaksanakan di Makassar, Sulawesi Selatan sekitar awal Oktober. Tapi, waktunya belum dirinci.

Setelahnya, DKPP juga akan mengumpulkan KPU dan Bawaslu wilayah Barat. Rakor ini bakal dilaksanakan di Jakarta.

“Jadi kita akan kumpulkan Ketua KPU dan Ketua Bawaslu kabupaten, kota, dan provinsi untuk agar penanganan pilkada benar-benar memperhatikan penegakan etik. Jangan sampai terjadi pelanggaran-pelanggaran etik di tingkat, terutama di tingkat ad hoc,” jelasnya.

Adapun tingkat ad hoc yang dimaksud adalah mulai dari kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), panitia pemungutan suara (PPS), dan panitia pemilihan kecamatan (PPK). DKPP ingin jangan sampai ada pelanggaran etik yang dilakukan para petugas.

“Keluhan selama ini terjadi pelanggaran etik bermuara dari tingkat penyelenggaraan ad hoc,” ungkap Heddy.

“Makanya kami kumpulkan semua, kami sepakat, kami lakukan bimtek agar jangan sampai terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran etik yang lebih besar lagi. Harapan kami itu. Jadi, kami bikin rakorwil nanti,” pungkas dia.