Hasil Jahe Mencukupi, Komisi IV Minta Pemerintah Stop Impor

JAKARTA - Jahe impor asal Vietnam, Myanmar dan India masuk ke Tanah Air sebanyak 397,9 ton. Ratusan ton jahe itu masih bercampur dengan tanah. Sehingga, Komisi IV DPR memita pemerintah untuk bertindak karena dianggap berpotensi membawa penyakit atau memiliki organisme pengganggu tanaman.

Kementerian Pertanian (Kementan) pun memutuskan untuk memusnahkan ratusan ton jahe impor yang tidak memenuhi syarat karantina lantaran masih terdapat kontaminan tanah pada media pembawa jahe.

Ketentuan tentang larangan impor jahe bercampur tanah tertuang dalam International Standard for Phytosanitary Measures (ISPM) 40/2017: guidelines for international movement of growing media in association with plants for planting dan ISPM 20/2019: guidelines for phytosanitary import regulatory system.

Kemudian, SK Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Nomor : B-22322/KR.020/K.3/ 12/2019 tanggal 26 Desember 2019 hal Phytosanitary Requirement Jahe Segar ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak memperbolehkan impor jahe dengan kontaminan tanah.

Namun, baru dua kontainer yang sudah dimusnahkan pada Jumat, 26 Maret yaitu 1 kontainer dengan volume 27 ton milik PT Mahan Indo Global dan 1 kontainer dengan volume 25,8 milik CV Putra Jaya Abadi. Sedangkan 9 kontainer dengan volume 236,7 ton milik PT Indopak Trading belum dimusnahkan.

Kepala BKP Kementan Ali Jamil menjelaskan, secara total PT Indopak Trading mengimpor 11 kontainer jahe, di mana 2 kontainer jahe bersih dan 9 kontainer jahe bercampur tanah.

Untuk penindakan jahe bercampur tanah, Ali mengaku kesulitan memperoleh persetujuan dari  PT Indopak Trading karena tak bisa menemui pihak manajemen perusahaan. Padahal, kata Ali, pemusnahan barang impor merupakan tanggung jawab importir.

"Tapi memang kami minta maaf sebesar-besarnya untuk Indopak ini rasanya puyeng juga ngurusinnya karena kami tidak bisa ketemu dengan pihak manajemennya sendiri," ungkap dia dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Rabu, 31 Maret.

 

Jahe impor tersebut masuk atas nama PT Indopak Trading. Namun, kata Ali, saat pihak berwenang ingin menemui manajemen perusahaan, yang datang malah petugas ekspedisi muatan kapal laut (EMKL).

"Setelahnya malah ada lagi orang (bukan manajemen perusahaan), sehingga untuk eksekusi ini kami butuh waktu," jelasnya.

Tak hanya itu, kata Ali, pihaknya juga menghadapi masalah lain dalam upaya pemusnahan jahe impor tersebut yakni adanya keterbatasan fasilitas yang digunakan. Utamanya pemusnahan dilakukan dengan dibakar menggunakan insinerator.

Namun, Ali menjelaskan insinerator di Jawa Timur hanya memiliki kapasitas membakar jahe sebanyak 2 ton per hari. Sementara jahe impor bercampur tanah yang masuk lebih dari 200.000 ton.

Ali mengatakan pihaknya kini tengah menawarkan alternatif fasilitas pemusnahan untuk jahe impor milik PT Indopak Trading. Nantinya jahe-jahe itu akan dipanaskan dengan mesin pemanas kayu milik 2 perusahaan di Jawa Timur. Lewat mesin pemanas kayu itu maka organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) pada tanah yang bercampur jahe akan mati. Kemudian, barulah jahe dimusnahkan.

Produksi dalam negeri surplus

Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jahe Tanah Air sudah mencukupi kebutuhan nasional. Bahkan di tahun 2019, Indonesia memproduksi 174.000 ton jahe, dan 183.000 ton di tahun 2020.

Sementara, rata-rata kebutuhan per tahun hanyalah 34.000-38.000 ton. Artinya produksi dalam negeri sudah mencukupi untuk kebutuhan nasional. Prihasto mengatakan impor jahe tidak diperlukan.

Lebih lanjut, dia mengatakan pada tahun 2019 tercatat Indonesia melakukan ekspor sebanyak 4.000 ton. Sedangkan, pada 2020 ekspor jahe yang dilakukan Indonesia sebanyak 2.188 ton.

"Sehingga secara neraca kebutuhan jahe nasional sebetulnya dari dalam negeri sudah cukup," kata Prihasto.

Prihasto juga memprediksi bahwa di tahun 2021 ini produksi jahe dalam negeri akan surplus. Sehingga, impor jahe dari negara-negara penyuplai tidak perlu dilakukan.

"Kita bahkan masih surplus. Prognosa di 2021, ini kurang lebih masih surplus 10.100 ton untuk jahe," jelasnya.

DPR minta pemerintah stop impor

Wakil Ketua Komisi IV DPR Hasan Aminuddin dari fraksi NasDem sebagai pimpinan rapat meminta pemerintah menghentikan impor jahe. Apalagi, data menunjukan bahwa produksi dalam negeri mencukupi untuk kebutuhan nasional.

"Kita ini produksi, jelas harus menghentikan impor," katanya.

Rapat antara Komisi IV dan pengusaha jahe tersebut menghasilkan tiga poin kesimpulan. Pertama, Komisi IV meminta BKP untuk melakukan sosialisasi UU nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan utamanya terkait peraturan importasi komoditas pertanian.

Kedua, Komisi IV mendesak kepada pemerintah dalam hal ini badan karantina pertanian (BKP) untuk segera memusnahkan jahe impor yang masuk ke Indonesia dan tidak sesuai dengan persyaratan karantina.

"Selanjutnya, Komisi IV merekomendasikan kepada BKP untuk melaporkan importir kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) apabila jahe impor tersebut belum dimusnahkan dalam kurun waktu 10 hari," katanya.

Terakhir, Komisi IV DPR RI juga meminta kepada pemerintah dalam hal ini Direktur Jenderal Hortikultura Kementan untuk melakukan realokasi anggaran pengembangan jahe tahun anggaran 2021.

"Sehingga kebutuhan jahe nasional terpenuhi dan menghentikan importasi jahe yang terus meningkat. Selanjutnya, pengembangan komoditas jahe menjadi program prioritas tahun 2022," ucapnya.