Airlangga Ungkap Perjanjian Dagang RI-Uni Eropa Terhambat
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, proses perundingan perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia-Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) terhambat karena adanya pergantian jajaran di IEU-CEPA.
Airlangga mengatakan perundingan IEU CEPA sudah berjalan 9 tahun lamanya dan telah memasuki tahap finalisasi. Namun, penyelesaian perjanjian ini memang tidak berjalan lancar karena adanya pergantian kepengurusan.
“Di sini dapat disampaikan bahwa perundingan IEU-CEPA juga sedang difinalisasi walaupun tidak mudah, karena kabinet di IEU-CEPA-nya berubah. Jadi dulu negosiator kita itu (diganti), sekarang sudah tidak menjabat lagi,” kata Airlangga dalam acara Rakornas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) di Hotel Indonesia Kempinski, Senin, 23 September.
Airlangga menjelaskan, ada beberapa perubahan persyaratan bagi Indonesia yaitu, pihak Uni Eropa menginginkan Indonesia melonggarkan kebijakan impor bagi produk-produk yang berasal dari Eropa dan kebijakan pembatasan ekspor berupa pengenaan bea keluar, serta ketiga mengenai perpajakan digital.
“Ada tiga isu utama yang mereka dorong, yaitu mereka ingin agar masalah impor itu segera dipermudah di Indonesia, kemudian mereka masih berkeras mengenai biaya bea keluar, dan juga mereka masih berkeras mengenai perpajakan digital, transmisi digital. Kita minta menunggu WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), mereka tidak mau,” ucapnya.
Baca juga:
Di tengah proses negosiasi terhambat, Airlangga menjelaskan bahwa dirinya telah mendapat instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan restu dari Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk mempercepat proses aksesi Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik atau Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).
Airlangga menyampaikan saat ini yang sudah masuk CPTPP yaitu New Zealand dan saat ini negara ASEAN yang sudah tergabung dalam yaitu Singapura, Vietnam, Brunei, dan Malaysia. Apabila Indonesia bergabung, maka dapat membuka pasar ke Inggris, Kanada, Meksiko, Chili, hingga Peru.
"Berdasarkan pengalaman memang perundingan I-EU CEPA, setiap perunding itu ada saja yang baru, tetapi kalau CPTPP ataupun kepada OECD diharapkan sudah play by the book, sudah ada standar manualnya, sehingga lebih sederhana, walaupun akan memakan waktu," ujarnya.