Suami Crazy Rich Rusia Ditangkap terkait Baku Tembak di Wildberries Moskow
JAKARTA - Vladislav Bakalchuk, suami wanita terkaya di Rusia, ditangkap dan didakwa melakukan pembunuhan setelah baku tembak mematikan di kantor e-commerce terbesar Rusia, Wildberries di Moskow.
Dua orang tewas dalam baku tembak pada Rabu, 18 September, yang lokasinya berjarak beberapa blok dari Kremlin.
Baku tembak itu terjadi karena perselisihan mengenai masa depan perusahaan. Tujuh orang lainnya terluka termasuk petugas polisi.
Dilansir Reuters, Kamis, 19 September, Vladislav dan istrinya Tatyana Bakalchuk, yang mengajukan gugatan cerai pada Juli, terlibat dalam perselisihan sejak Wildberries mengumumkan rencana untuk bergabung dengan perusahaan periklanan Russ Group pada Juni.
Tatyana mendirikan Wildberries, jawaban Rusia terhadap Amazon, pada tahun 2004, mengembangkannya dari platform belanja pakaian online menjadi pasar utama untuk semua jenis barang.
Kedua belah pihak saling menyalahkan atas penembakan pada Rabu.
Baca juga:
- Penembakan di Kantor Wildberries Moskow, Satu Orang Tewas
- Briptu AW Polisi yang Bawa 10 Kilogram Sabu dan 5 Ribu Ekstasi Belum Jadi Tersangka
- Berkomplot dengan Iran, Pengusaha Israel Minta Uang 1 Juta Dollar AS untuk Bunuh PM Netanyahu
- Polisi Tangkap Tersangka Pembunuh Gadis Penjual Gorengan Saat Ngumpet di Plafon
Vladislav mengatakan dia tiba untuk pertemuan yang telah diatur sebelumnya dan staf di kantorlah yang melepaskan tembakan pertama.
Tatyana mengatakan Vladislav dan rekan-rekannya telah mencoba merebut kantor tersebut dan tidak ada jadwal pertemuan.
Pengacara Vladislav mengatakan kliennya ditangkap dan didakwa melakukan pembunuhan dan percobaan pembunuhan terhadap petugas penegak hukum.
Perselisihan bisnis berpusat pada merger yang membentuk RVB, perusahaan baru dengan Robert Mirzoyan sebagai CEO, yang mengurangi keseluruhan saham Tatyana menjadi sekitar 65 persen di RVB dari 99 persen di Wildberries.
Vladislav saat itu mengatakan istrinya sedang "dimanipulasi". Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov, yang turun tangan untuk mendukung Vladislav, menyebut merger tersebut sebagai “perampasan aset”.
Tatyana menampik kedua tuduhan tersebut. Kremlin mengatakan merger tersebut telah mendapatkan dukungan dari Presiden Vladimir Putin.