Peneliti: Jakarta Rentan Banjir Harus Direspons dengan Mitigasi Tepat
JAKARTA - Peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Dipo Yudhatama mengatakan kondisi alamiah wilayah Jakarta yang rentan banjir harus direspons dengan mitigasi yang tepat dengan komitmen bersama untuk peduli lingkungan.
"Jika saat ini Jakarta tak ada bangunan pun, tetap saja banjir, walau eskalasinya tak besar. Jika kita sudah tahu bahwa Jakarta secara alamiah wilayahnya rentan banjir, mestinya kita sebagai insan yang tinggal di atasnya merespons dengan upaya-upaya mitigasinya," kata Dipo saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin, 29 Maret.
Dipo menuturkan data penginderaan jauh salah satunya dapat digunakan untuk menilai bagaimana tingkat adaptasi kebijakan penataan ruang Jakarta saat ini terhadap banjir.
Dipo mengatakan selama ini jika banjir menerjang Jakarta, yang disalahkan adalah curah hujan yang tinggi, atau menuding banjir karena adanya kiriman dari wilayah tetangga.
Padahal, sejak dulu Jakarta merupakan dataran rendah yang rentan banjir, karena memang geomorfologi wilayahnya dan adanya 13 aliran sungai yang mengalir di Jakarta.
Oleh karena itu, harus dilakukan mitigasi tepat dan bisa menyeimbangkan fungsi ekologis dengan ekonomi, sehingga banjir tak akan parah.
Baca juga:
- Anies Temui Luhut, Minta Bantu Pengendalian Banjir Jakarta
- Bikin Kecewa Danny Pomanto karena Lamban Tangani Banjir, Kepala BPBD dan Dinsos Makassar Dinonaktifkan
- Satgas COVID-19 Pastikan Vaksin AstraZeneca Belum Digunakan di Program Vaksinasi
- Satgas COVID-19 Pastikan Pemerintah Ikuti Perkembangan Vaksin AstraZeneca Usai Negara Eropa Setop Penggunaan
Upaya mitigasi itu, di antaranya tidak membangun di bantaran sungai, rawa, dan wilayah resapan air lainnya. Kemudian, menjaga daerah tangkapan air agar tetap hijau dan berfungsi baik.
Tapi, pada kenyataannya, menurut Dipo, orang membangun dengan serampangan, mengabaikan fungsi lingkungan atas tapak yang ditempatinya, sehingga banyak lahan hijau, rawa, bahkan situ (pasir batu) yang hilang.
Akibatnya, sistem persungaian dan drainase alami yang terbentuk sejak dulu menjadi rusak.
"Air luapan sungai yang mestinya tertampung di rawa-rawa, situ, embung, mengalir kemana-mana, sesuai dengan kodratnya air, mengalir ke tempat yang lebih rendah," ujar Dipo.