Soal Rencana Tarif KRL Berbasis NIK, Pramono Anung: Transportasi Publik Tak Boleh Bedakan Kelas
JAKARTA - Bakal calon Gubernur Jakarta Pramono Anung merespons rencana pemerintah yang mengubah sistem subsidi tarif KRL Commuter Line menjadi berbasis nomor induk kependudukan (NIK).
Sekretaris Kabinet itu menilai, semestinya tak perlu ada perbedaan biaya yang dikeluarkan masyarakat kalangan manapun untuk menggunakan transportasi umum.
"Yang paling penting adalah apa pun transportasi publik itu harus fairness bagi siapa saja. Tidak boleh membedakan kelas kalau yang namanya transportasi publik," kata Pramono di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 2 September.
Fasilitas transportasi umum sebagai mobilitas masyarakat, menurutnya, tak bisa disetarakan dengan kebijakan bantuan sosial (bansos) yang disalurkan untuk masyarakat ekonomi kurang mampu. Sehingga, perlu ada aspek kesetaraan pada penggunaan transportasi.
"(Subsidi) harus misalnya (diperuntukkan) orang yang menerima bansos, enggak bisa. Harus semuanya diperlakukan sama, karena ini transportasi publik. Kalau saya, berpendapat itu, ya," tutur Pramono.
Pengguna moda transportasi kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek dihebohkan rencana pemberian subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan atau NIK. Sejumlah pengamat penyebut kebijakan ini akan menimbulkan dampak bagi para penumpang, salah satunya pengelompokan sosial.
Belum lama ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana mengubah skema pemberian subsidi tiket KRL Jabodetabek menjadi berbasis NIK. Dengan penerapan tiket KRL berbasis NIK, pemerintah ingin subsidi PSO disalurkan lebih tepat sasaran.
Sebagai informasi, selama ini seluruh tiket KRL Jabodetabek disubsidi pemerintah dalam bentuk public service obligation (PSO), sehingga pemberian subsidi dilakukan secara merata kepada seluruh penumpang KRL.
Namun rencana ini ditentang sejumlah kalangan, khususnya para pengguna KRL. Armada kereta yang masih kurang serta masa tunggu yang cukup lama di beberapa rute seharusnya menjadi perhatian pemerintah, menurut pengguna KRL. Selain itu, diberlakukannya kebijakan ini juga malah menambah beban kelas menengah.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, rencana ini sebenarnya telah mencuat sejak 2023 namun belum terealisasi sampai sekarang. Menurutnya, rencana ini didorong pemerintah dengan memasukkannya pada Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025.
"Di 2025 memang ada banyak penurunan alokasi APBN. Salah satunya kan pasti konsekuensinya ada juga subsidi atau keperintisan yang itu harus disesuaikan. Makanya ini sebenarnya selaras dengan rencana untuk tarif KRL berbasis NIK itu supaya tepat sasaran karena memang keterbatasan dananya," jelas Adita.
Kendati demikian, Adita menyebut rencana ini belum tentu diterapkan pada 2025 karena masih menunggu hasil kajian pemerintah. Meski belum ada kepastian soal jadi tidaknya kebijakan ini, namun mayoritas pengguna KRL mengeluhkan rencana ini.