Indonesia Deflasi 4 Bulan Beruntun, BPS: Bukan Fenomena Baru
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat inflasi yang tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2024 terus melandai dalam empat bulan terakhir.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini menjelaskan secara bulanan atau month to month (mtm) deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,03 persen sejalan dengan penurunan IHK dari 106,09 pada Juli 2024 menjadi 106,06 pada Agustus 2024.
"Deflasi Agustus 2024 ini lebih rendah dibandingkan Juli 2024 dan merupakan deflasi keempat pada 2024," ungkapnya dalam konferensi pers, Senin, 2 September.
"Fenomena deflasi di Indonesia bukanlah fenomena baru," tambahnya.
Pudji menjelaskan, hal ini bukanlah baru lantaran kondisi serupa pernah terjadi setelah krisis finansial Asia, sehingga Indonesia mengalami deflasi 7 bulan berturut-turut dari Maret sampai September 1999 sebagai akibat depresiasi nilai tukar dan penurunan sejumlah harga barang.
"Kemudian periode deflasi lainnya yang terjadi di Desember 2008 dan Januari 2009 selama krisis finansial global. Kemudian deflasi karena penurunan harga minyak dunia dan juga karena permintaan domestik yang melemah," jelasnya.
Kemudian, Pudji menyampaikan terjadi deflasi 3 bulan beruntun pada Juli—September 2020 akibat penurunan daya beli pada awal pandemi Covid-19. Sejumlah kelompok komoditas mengalami deflasi, di mana empat kelompok pengeluaran mengalami deflasi yaitu makanan, minuman dan tembakau, pakaian dan alas kaki, transportasi, informasi, komunikasi dan jasa keuangan.
Baca juga:
"Dengan empat kelompok ini mengindikasikan bahwa penurunan daya beli di 2020 pada periode awal pandemi COVID-19," jelasnya.
Oleh sebab itu, Pudji menyampaikan deflasi empat bulan beruntun ini bukan dikarenakan pelemahan daya beli masyarakat tetapi dari sisi supply (pasokan).
"Fenomena deflasi empat bulan ini lebih ditunjukkan dari sisi supply, di mana panen beberapa komoditas tanaman pangan, holtikultura dan turunnya biaya produksi seperti pada livebird sempat juga turunnya harga jagung pipilan untuk bahan pakan ternak, yang hal ini mendorong deflasi komoditas telur ayam ras dan daging ayam ras, ini artinya deflasi masih terjadi di sisi penawaran," jelasnya.