Sudah Dua Kali Dipanggil, Dharma-Kun dan KPU Diminta Kooperatif Terkait Dugaan Pencatutan NIK
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta meminta kepada bakal pasangan calon perseorangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana (Dharma-Kun) serta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk kooperatif memenuhi panggilan terkait klarifikasi dugaan pencatutan nomor induk kependudukan (NIK).
"Kami telah memanggil dua kali, baik Dharma-Kun maupun KPU, juga tidak hadir," kata Koordinator Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo, ANTARA, Minggu, 25 Agustus.
Benny mengatakan bahwa Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) DKI Jakarta telah memanggil pasangan calon perseorangan sebanyak dua kali, pada Jumat 23 Agustus dan Sabtu 24, Agustus.
Selama pemanggilan tersebut, kata Benny, keduanya juga tidak hadir dan hanya mewakilkan kepada pengacaranya, namun karena yang dibutuhkan adalah keterangan dari pasangan calon perseorangan, maka Bawaslu memanggil ulang untuk ketiga kalinya.
Begitu juga panggilan yang dilayangkan kepada KPU DKI, lanjut Benny, dan hingga panggilan kedua KPU juga belum bisa hadir.
Baca juga:
- Petenis Meja Korut yang Selfie Bareng Atlet Korsel di Olimpiade Paris Jalani Pemeriksaan Setibanya di Tanah Air
- Dokter Korea Selatan Peringatkan Lonjakan Kasus COVID-19, Pemogokan Bisa Lumpuhkan Ruang Gawat Darurat
- Ahli Sebut Peretas Iran yang Serang Donald Trump Berpengalaman dan Diduga Terkait Intelijen Militer
- Presiden Taiwan: Kami Tidak Mencoba Merebut Kembali Daratan, Tapi Tidak Mau Diperintah Partai Komunis
"Hari ini panggilan ketiga untuk agenda klarifikasi terkait pencatutan KTP. Kami minta supaya pasangan calon Dharma-Kun serta KPU agar kooperatif," katanya.
Surat panggilan resmi ketiga itu, katanya, telah dikirim pada Sabtu (24/8) kepada keduanya.
Benny menambahkan, pihaknya telah meminta keterangan dari para pelapor yang merasa NIK-nya dicatut untuk mendukung pasangan calon perseorangan.
Ia mengatakan bahwa pihaknya menerima tujuh laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Pemilu dan kasus ini kemudian terus diproses oleh Bawaslu.
"Gakkumdu sudah minta keterangan para pelapor, saksi korban dan ahli IT (teknologi informasi) serta ahli hukum pidana pemilihan," katanya.