70 Ribu Driver Online Uber Diangkat Jadi Karyawan, Gojek-Grab Kapan?
JAKARTA – Uber, jasa transportasi online mengangkat 70 ribu driver di Inggris menjadi karyawan dan bisa mendapatkan gaji bulanan, pesangon, dan gaji pensiun.
Pengangkatan tersebut berdasarkan keputusan dari Mahkamah Agung Inggris yang mengatakan bahwa pengemudi itu merupakan pekerja dan bukan outsource independen.
Keputusan tersebut mendapat respon dari Bank of America yang mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan Uber itu dapat merugikan perusahaan sekitar 500 juta dollar AS (setara Rp7,2 triliun) sebagaimana yang dihimpun dari CNBC International.
Para analis berpendapat bahwa pengangkatan para driver menjadi karyawan tetap itu diklaim dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran perusahaan dan mengganggu prospek Uber sendiri di Eropa.
Berdasarkan laporan LA Times, sebelumnya Uber sudah berupaya keras dengan mengerahkan pengacara di berbagai belahan dunia untuk menghentikan upaya pengkajian ulang pengemudi menjadi karyawan perusahaan.
BACA JUGA:
- https://voi.id/teknologi/40978/telat-lapor-akusisi-perusahaan-gojek-didenda-kppu-rp3-3-miliar
- https://voi.id/teknologi/13974/grab-bakal-dapat-kucuran-dana-segar-rp44-5-triliun-dari-jack-ma
[/see-also]
Driver Berhak Dapat Perlindungan
Pihak Uber sendiri mengungkapkan bahwa ini adalah persetujuan pertama mereka terkait pengangkatan para pengemudi menjadi karyawan. Tindakan ini diambil dalam merespon putusan Mahkamah Agung Inggris pada bulan lalu yang mengungkapkan bahwa para driver punya hak untuk diberi perlindungan.
Kota London merupakan pangsa pasar terbesar kelima secara global. Hingga kini London menjadi pasar terpenting Uber di benua Eropa. Hal itu terbukti di mana Uber telah memiliki 45 ribu driver, pengguna Uber pun telah mencapai 3,5 juta di London. Belum termasuk di kota-kota besar Inggris lain.
Sebelumnya, izin operasi Uber pernah dicabut oleh Pengawas Transportasi kota London (TfL). Pencabutan izin tersebut disebabkan oleh masalah keamanan. Tercatat sudah dua kali Uber mengalami hal itu pada 2020 lalu.
Lantas apakah keputusan semacam ini bisa diterapkan di Indonesia? Mengingat Gojek dan Grab menjadi perusahaan ride-hailing terbesar, terlebih memiliki banyak mitra.