Kanada Tuntut Israel Selidiki Insiden Peledakan Fasilitas Air di Gaza

JAKARTA - Menteri Pembangunan Internasional Kanada Ahmed Hussen mengatakan pihaknya  menuntut Israel untuk menyelidiki penghancuran fasilitas air penting di Jalur Gaza selatan yang dikenal sebagai Sumur Kanada.

"Kanada telah melakukan kontak dengan pemerintah Israel untuk informasi lebih lanjut mengenai insiden tersebut, dan kami menuntut penyelidikan," ujar juru bicara Olivia Batten, menurut kantor berita nasional Canadian Press dilansir ANTARA, Jumat, 16 Agustus.

Akhir Juli lalu, rekaman yang dibagikan tentara Israel melalui media sosial menunjukkan ada fasilitas air yang diledakkan menggunakan bahan peledak.

Sementara tentara Israel mengatakan pihaknya sedang menyelidiki apa yang terjadi di lokasi penampungan ratusan warga Palestina, Batten mengatakan “sumur tersebut terletak di Tel al-Sultan, di mana Kanada telah memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.”

Batten mengatakan menghancurkan sumur air memperburuk "infrastruktur air yang sudah buruk," selain itu hal tersebut juga “menambah kesulitan yang dihadapi warga sipil dalam mengakses air bersih.”

“Risiko kelaparan dan penyakit yang meluas terus meningkat dan diperburuk dengan hancurnya infrastruktur medis, kemanusiaan dan sipil seperti ini,” tambahnya.

Israel, yang menentang resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan 7 Oktober tahun lalu oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas.

Serangan itu telah menewaskan lebih dari 40.000 jiwa, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan melukai lebih dari 92.400 jiwa, menurut otoritas kesehatan setempat.

Sudah lebih dari 10 bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih dan obat-obatan yang melumpuhkan.

Israel yang dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), diperintahkan untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum akhirnya diserang pada 6 Mei.