PMI Manufaktur Turun, Jokowi Minta Para Menteri Cari Tahu Penyebabnya

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh jajarannya untuk mewaspadai turunnya purchasing manager index (PMI) manufaktur Indonesia.

PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 berada di level 49,3. Angka tersebut lebih rendah dari posisi bulan Juni yang sebesar 50,7.

Hal ini disampaikan Jokowi di hadapan pada menteri kabinet kerja Indonesia Maju dalam sidang kabinet paripurna perdana di Istana Kepresidenan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.

“Yang berkaitan dengan PMI, purchasing manager index yang kita tahu setelah ekspansif selama 34 bulan berturut-turut, pada bulan Juli kita masuk ke level kontraksi. Ini agar dilihat betul diwaspadai secara hati-hati,” kata Jokowi dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 12 Agustus.

Masih kata Jokowi, negara di Asia juga mengalami penurunan PMI yang indeksnya di bawah 50, yakni Jepang 49,2; Indonesia 49,3; China 49,8; dan Malaysia 49,7.

“Komponen yang menurun paling banyak itu di sektor produksi yaitu minus 2,6 kemudian pesanan baru atau order baru minus 1,7 dan employment minus 1,4,” jelasnya.

Karena itu, Jokowi meminta para menterinya untuk mencari tahu penyebab utama penurunan PMI manufaktur yang sudah terjadi selama empat bulan terakhir.

Jokwoi meminta jajaranya mencari tahu apakah penyebab turunnya PMI manufaktur ini karena permintaan domestik melemah, atau karena beban impor bahan baku yang meningkat akibat fluktuasi rupiah atau adanya serangan produk-produk impor.

“Saya ingin dicari betul penyebab utamanya dan segera diantisipasi karena penurunan PMI ini saya lihat sudah terjadi sejak empat bulan terakhir,” katanya.

“Betul-betul dilihat kenapa permintaan domestik melemah. Bisa karena beban impor bahan baku yang tinggi karena fluktuasi rupiah atau adanya juga serangan produk-produk impor yang masuk ke dalam negara kita,” sambungnya.

Selain itu, Jokowi meminta untuk dicari tahu apakah turunnya PMI juga karena permintaan dari negara-negara yang menjadi tujuan ekspor selama ini berkurang.

Menurut dia, jika itu yang terjadi maka Indonesia haris pasar baru tujuan ekspor baru.

“Sehingga kita harus bisa mencari pasar non tradisional dan mencari potensi pasar baru ekspor kita,” ucapnya.