Kasus Petinju Transgender di Olimpiade 2024 Melebar, IOC dan IBA Ribut

JAKARTA - Petinju Aljazair Imane Khelif dan China Taipei Lin Yu Ting terlibat perselisihan tentang gender di Olimpiade Paris 2024.

Keikutsertaan kedua petinju itu menuai pertentangan usai petinju Italia, Angela Carini, menyerah hanya dalam 46 detik melawan Khelif.

Carini merasa pertarungan itu tidak adil dan kompetitif lantaran Khelif dituding merupakan transgender, sama seperti Lin Yu Ting.

Polemik itu lantas melebar. Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang mengizinkan Khelif dan Yu Ting bertanding mendapat perlawanan dari Asosiasi Tinju Internasional (IBA).

IBA merupakan asosiasi yang mendiskualifikasi keduanya dari Kejuaraan Dunia 2023 karena mereka gagal dalam tes kromosom seks. Keduanya tidak memenuhi syarat.

Kepala Eksekutif IBA, Chris Roberts, mengatakan dia tidak dapat mengungkapkan hasil tes kelayakan gender. Namun, didiskualifikasinya kedua petinju itu dari Kejuaraan Dunia Wanita 2023 berarti publik dapat membaca yang tersirat.

"Hasil tes kromosom menunjukkan kedua petinju tidak memenuhi syarat," kata Roberts dalam konferensi pers.

Ia lebih lanjut mengungkapkan bahwa hasil tes tersebut telah dikirim kepada IOC pada Juni 2023. Namun, ternyata IOC tidak melakukan apa pun terkait hal itu.

Tak heran, pengizinan Khelif dan Yu Ting tampil di Olimiade Paris 2024 membuat IBA geram.

IBA menganggap IOC tidak memahami tentang keseimbangan antara keadilan dan keselamatan, khususnya dalam olahraga wanita.

Menurut IBA, perbedaan perkembangan seksual dapat menghasilkan keunggulan kompetitif yang mungkin terbukti berbahaya.

Namun, saran dari IBA tak diindahkan IOC. Kompetisi tinju di Olimpiade Paris 2024 memilih mengikuti aturan IOC.

IOC pun sudah mencabut status IBA sebagai badan pengatur global olahraga tinju dengan alasan masalah tata kelola dan keuangan.

Sampai-sampai IOC menyebut bahwa IBA adalah organisasi yang tidak memiliki kredibilitas, terperosok dalam ketidakjelasan keuangan, dan dikompromikan oleh hubungan dengan kepemimpinan Rusia.

"Isi dan organisasi konferensi pers IBA memberi tahu Anda semua yang perlu Anda ketahui tentang organisasi ini dan kredibilitasnya," kata juru bicara IOC.

IOC pun membela dua petinju transgender tersebut. Mereka mengungkapkan bahwa Khelif dan Lin Yu Ting adalah korban keputusan tiba-tiba dan sewenang-wenang oleh IBA yang mendiskualifikasi tanpa proses hukum.

"Kami memiliki dua petinju yang terlahir sebagai perempuan, dibesarkan sebagai perempuan, yang memiliki paspor perempuan, dan yang telah berkompetisi selama bertahun-tahun sebagai perempuan. Ini adalah definisi yang jelas tentang seorang perempuan," kata Presiden IOC, Thomas Bach, dilansir Reuters.

Pertarungan Olahraga dan Geopolitik

Perseteruan IOC dan IBA kian memburuk setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.

Kehadiran Umar Kremlev asal Rusia sebagai Presiden IBA yang didukung Gazprom, perusahaan energi asal negaranya, membuat Thomas Bach kian benci.

Bach tidak peduli akan pengakuan Kremlev yang menyebut kerja sama sponsor dengan Gazprom sudah berakhir tahun lalu.

Jadinya, Presiden IOC itu pun melihat permasalahan ini tak cuma dalam konteks olahraga, tapi juga geopolitik.

Dia menutup mata akan niat IBA untuk melindungi petinju perempuan. Bach lebih melihat bahwa tujuan IBA ialah merusak Olimpiade Paris 2024 yang tidak diikuti Rusia karena perang di Ukraina.

Malahan, konflik ini pun bergeser ke sentimen pribadi, bukan lagi organisasi.

Kremlev sempat menyerang pribadi Bach hingga mencela upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024 dan membela perjuangannya sendiri melawan korupsi.

"Hari ini kita menyaksikan kematian tinju wanita, korupsi para juri. Semua ini terjadi saat Tuan Bach (menjadi) Presiden (IOC)," kata Kremlev dalam konferensi pers IBA.

Sementara itu, Alun Williams, profesor genomik olahraga dan latihan di Manchester Metropolitan University, mengatakan bahwa ketika mempertimbangkan apakah seseorang memiliki keuntungan yang tidak adil (terkait gender), ada empat hal yang perlu diketahui.

Hal pertama ialah perlu melihat kromosom. Lalu, kadar testosteron, hormon lainnya, serta respons tubuh terhadap testosteron.

"Itu adalah penilaian klinis, yang benar-benar sangat invasif. Hanya melihat kromosom seks seseorang itu tidak lengkap," kata Williams.

Sementara pada tes yag dilakukan IBA, Kremlev mengatakan hasil tes menunjukkan kedua petinju memiliki kadar testosteron yang tinggi, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.

Bahkan, dokter IBA, Ioannis Filippatos, mengatakan testosteron belum diuji.