Terdakwa Korupsi Puskesmas Aceh Besar Dituntut 18 Bulan Penjara
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Besar menuntut tiga terdakwa tindak pidana korupsi pembangunan puskesmas di Aceh Besar, masing-masing 18 bulan penjara.
Tuntut tersebut dibacakan JPU Muhammad Rais dan kawan-kawan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Senin, 29 Juli.
Persidangan dengan majelis hakim diketuai Saptika Handini didampingi Ani Hartati dan Anda Ariansyah masing-masing sebagai hakim anggota.
Ketiga terdakwa tersebut yakni T Zahlul Fitri selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK),pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar.
Serta Marizka Razi selaku Wakil Direktur CV Selendang Nikmat, perusahaan pembangunan puskesmas, dan Said Isa selaku peminjam perusahaan CV Selendang Nikmat.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut para terdakwa membayar denda masing-masing Rp50 juta subsidair tiga bulan penjara.
Terhadap terdakwa Marizka dan terdakwa Isa, JPU menuntut membayar uang pengganti kerugian negara Rp257,7 juta. Uang pengganti kerugian negara tersebut dikonversi dengan uang disita dari terdakwa Rp134 juta.
"Apabila kedua terdakwa tidak membayar sisa uang pengganti kerugian negara setelah perkara memiliki kekuatan hukum tetap, maka dipidana empat bulan 10 penjara," kata JPU.
JPU menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dan diancam Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan Ayat (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca juga:
JPU menyebutkan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar pada 2019 menganggarkan dana Rp2,8 miliar untuk pembangunan Puskesmas Lamtamot. Setelah dilakukan pelelang, pembangunan Puskesmas tersebut dimenangkan CB Selendang Nikmat dengan nilai kontrak Rp2,6 miliar.
Namun dalam pelaksanaannya, pembangunan puskesmas tersebut tidak sesuai spesifikasi, di antaranya kekurangan volume pekerjaan yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp257,7 juta.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dilakukan ahli, ditemukan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang kurang di antaranya fondasi, pemasangan lantai, kusen pintu dan jendela, instalasi listrik, serta lainnya," kata JPU.
Usai mendengar tuntutan JPU, terdakwa melalui penasihat hukumnya Kasibun Daulay dan kawan-kawan menyatakan mengajukan pembelaan secara tertulis.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan pada terdakwa.