Kelangkaan Air Bersih di Indonesia di Tengah Hari Air Sedunia
JAKARTA – Hari Air Sedunia diperingati setiap tanggal 22 Maret. Khusus dua tahun ini peringatan tersebut jatuh ketika pandemi COVID-19 menjadi perhatian global.
Tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, isu kelangkaan air bersih di Indonesia menjadi pembahasan menarik setiap peringatan Hari Air Sedunia.
Perlu diketahui, tema Hari Air Sedunia pada tahun 2021 ini adalah “Valuing Water” atau “Menghargai Air”. Lantas, apakah maknanya?
PBB melalui United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB menjelaskan jika tema tersebut secara khusus mengakui pentingnya sebuah ekosistem sehat dalam menjaga pasokan air di seluruh dunia.
“Di tengah krisis air, alam, dan iklim, hubungan timbal balik antara air dan ekosistem adalah konsep yang harus kita rangkul secara lebih penuh,” tulis dalam laman resmi UNDP, Jumat 19 Maret.
2,2 Miliar Manusia Mengalami Kelangkaan Air Bersih
Berdasarkan data PBB, saat ini terdapat 2,2 miliar orang atau seperempat dari populasi dunia masih kekurangan akses air bersih. Pada tahun 2050 diproyeksikan permintaan air dunia mengalami peningkatan sebanyak 55 persen,
Kemudian defisit air 40 persen diproyeksikan akan terjadi pada tahun 2030. Sementara itu, krisis air di masa mendatang diramalkan menjadi bencana alam dan akan mengurangi PDB sebanyak 6 persen di beberapa wilayah pada tahun 2050.
Ekosistem air bersih yang diutarakan UNDP meliputi hutan, lahan basah, padang rumput, dan bakau. Ekosistem tersebut secara alami melindungi dan menyaring sumber air, mengatur aliran air dari waktu ke waktu, dan melindungi masyarakat dari bencana yang disebabkan air atau perubahan iklim.
“Tetapi ekosistem tersebut berada di bawah ancaman yang parah: 420 juta hektar hutan telah digunduli secara global sejak 1990, dan 87 persen lahan basah telah hilang sejak tahun 1700,” papar UNDP.
Ajakan PBB di Tengah Hari Air Sedunia
Guna mencapai keamanan air, PBB melalui UNDP mengimbau agar penduduk dunia harus cepat memajukan solusi berbasis alam pada tingkat kebijakan air nasional dan global, serta membawa solusi lokal ke skala yang lebih besar.
Untuk merealisasikan ajakannya, UNDP mengimbau para pembuat keputusan untuk melakukan beberapa langkah berikut:
1. Pemanfaatan Data Spasial
UNDP mengajak agar anggotanya memanfaatkan data spasial yang baru untuk mengidentifikasi tempat terbaik untuk segera bertindak.
UNDP dan mitranya telah memelopori proses untuk pemetaan area pendukung kehidupan di antaranya air. Proses pemanfaatan data spasial sudah digunakan di Kolombia dengan tujuan untuk mengamankan air untuk 15 juta orang lebih.
2. Perlindungan Hak Tanah Adat
Selain melindungi hak tanah adat, UNDP mengimbau agar pemerintah mengambil pengetahuan ekologi dari adat.
Perlu diketahui, masyarakat adat mengelola 80 persen dari keanekaragaman hayati yang tersisa di Bumi, tetapi tidak memiliki hak resmi atas sebagian besar tanah mereka.
PBB sendiri menilai perlindungan hak atas tanah sangat penting untuk memastikan masyarakat adat dapat terus mengelola alam untuk air, sebagaimana yang telah mereka lakukan selama berabad-abad.
3. Mobilisasi Keuangan dan Investasi
Diperkirakan investasi sebesar USD6,7 triliun akan dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan air pada tahun 2030. Akan tetapi, alam dinilai masih tetap kekurangan dana.
UNDP merinci alam hanya mewakili 1 persen hingga 5 persen dari investasi sumber daya air. Keuangan campuran, obligasi hijau, dan skema pembayaran untuk jasa ekosistem memberikan peluang untuk mengatasi hambatan keuangan ini.
4. Gandeng Swasta
Terakhir, UNDP mengajak agar pemerintah menggandeng sektor swasta untuk mengatasi isu ketidakamanan air. Hal tersebut lantaran hilangnya alam sekaligus menjadi ancaman besar bagi bisnis.
Akan tetapi, hingga kini terdapat kesenjangan dalam pemahaman tindakan yang diambil sektor swasta. UNDP mengimbau agar para pemimpin perusahaan terlibat dalam investasi alam sebagai bagian dari rencana keberlanjutan air bagi mereka.
Kelangkaan Air Bersih di NTT dan Solusinya
Desa Batuinan di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah contoh wilayah yang dilanda kekeringan tahunan. Penduduk di daerah tersebut dulunya harus berjalan jauh untuk mengambil air bersih dari sumber mata air.
Namun kini, penduduk Desa Batuinan dapat lebih lega lantaran tersedia tangki air dengan tenaga matahari yang diinisiasi oleh UNDP Indonesia.
Tangki air yang dapat menampung 3.300 liter tersebut dibuat dengan sumber pendanaan dari Global Environment Facility (GEF) yang bekerjasama dengan kelompok masyarakat setempat yaitu Yayasan Cemara.
Hectoreda Ukat (Nenek Eda) adalah warga yang halaman belakang rumahnya digunakan sebagai penampungan air, dan dirinya bersyukur.
"Kami sangat senang dengan tangki air. Sekarang air berada dalam jangkauan kami," papar nenek berusia 75 tahun itu.
Peran Nenek Eda di Desa Batuinan sangatlah penting, dirinya setiap pagi harus mengawasi distribusi air untuk 19 keluarga di desanya. Aturannya, tiap keluarga mendapat jatah tiga jerigen yang dapat diisi antara pukul 07.00 hingga 09.00.
"Kadang-kadang mereka ingin mengambil lebih dari tiga jerigen, yang membuat saya sedih," ungkap Nenek Eda.
Sinergi dengan Kelompok Masyarakat untuk Menjaga Pasokan Air
Salah satu solusi yang efektif dalam menjaga dan meningkatkan pasokan air Desa Batuinan adalah dengan kerjasama antar kelompok masyarakat.
Diketahui, Yayasan Cemara dalam praktiknya menggandeng kelompok masyarakat lokal seperti Geng Motor Imut (GMI) dan CIS Timor. Hanya saja tantangan yang ada adalah keterbatasan infrastruktur.
Selain itu, masyarakat Desa Batuinan kini juga dihadapkan pada kendala lain seperti ancaman kelestarian lingkungan dan potensi konflik sosial akibat kelangkaan sumber daya.
Perlu diketahui, Desa Batuinan yang terletak di Pulau Semau adalah rumah bagi beberapa komunitas yang sebagian besar patriarki, dengna laki-laki memiliki hak suksesi.
Akan tetapi ditunjuknya Nenek Eda sebagai Doha Bating Ui atau penjaga air, menunjukkan jika berbagai komunitas di Desa Batuinan memberikan kesempatan dan mempercayai jika wanita dapat menjadi seorang pemimpin.
Desa Batuinan adalah contoh sebagaimana anjuran PBB, dimana sinergi antara masyarakat adat sangat dibutuhkan untuk menjaga pasokan dan ketersediaan air. Di sisi lain, pemerintah tentu berperan penting untuk memberikan fasilitas berupa infrastruktur yang memadahi. Selamat Hari Air Sedunia!
Selain kelangkaan air bersih di Indonesia dan peringatan Hari Air Sedunia, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!