Penggelapan Motor Jaringan Internasional, Bermodus Pinjam KTP Diimingi Jutaan Rupiah
JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap jaringan internasional tindak pidana fidusia atau penggelapan dengan menetapkan tujuh orang tersangka. Jaringan ini menggunakan modus yang meminjam indentitas seseorang dengan imbalan jutaan rupiah.
"Modus operandi yang dilakukan adalah para penadah melakukan pemesanan kendaraan bermotor kepada perantara, selanjutnya perantara mencari debitur untuk melakukan kredit motor di dealer-dealer di seluruh pulau jawa dengan menggunakan identitas debitur dengan imbalan Rp1,5 juta sampai dengan Rp2 juta," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan, Kamis, 18 Juli.
Setelah proses pengajuan kredit dan serah terima kendaraan rampung, tersangka akan mengambil sepeda motor dari debitur.
Motor kemudian dikumpulkan di gudang penyimpanan. Modus itu terus dilakukan hingga target yang ditentukan tercapai.
"Setelah kendaraan diterima oleh debitur kemudian kendaraan tersebut langsung dipindahtangankan dari debitur ke perantara dan selanjutnya diberikan ke penadah untuk ditampung di beberapa gudang milik penadah," sebutnya.
Biasanya, bila kendaraan yang berada di gudang sudah mencapai 100, maka akan langsung dikemas dan dikirim ke luar negeri.
Dari pendalaman, ada lima negara yang menjadi tujuan kendaraan hasil penggelapan yakni Vietnam, Rusia, Hongkong, Taiwan dan Nigeria
"Setelah kendaraan berjumlah sekitar 100 unit, selanjutnya penadah berkoordinasi dengan eksportir untuk stuffing (proses memuat barang ke dalam kontainer) kemudian dilakukan ekspor ke luar negeri,” ucapnya.
Baca juga:
Jaringan ini diperkirakan sudah beraksi selama tiga tahun. Sebab, ditemukan bukti dokumen pengiriman motor ke luar negeri dalam jumlah besar.
"Adanya transaksi pengiriman sebanyak 20 ribu unit sepeda motor rentan waktu Februark 2021 hingga Januari 2024," kata Djuhandhani.
Adapun, kelima tersangka yakni NT dan ATH selaku debitur, WRJ dan HS sebagai penadah, FI beperan pencari penadah, HM sebagai pencari debitur, serta WS selaku eksportir.
Mereka dijerat dengan Pasal 35 atau pasal 36 Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, dan atau Pasal 378 dan atau Pasal 372 KUHP, dan atau Pasal 480 KUHP dan atau Pasal 481 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal selama 7 tahun penjara.