Pengembangan Industri Hijau di Indonesia masih Terkendala, Ini Buktinya
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, pengembangan industri hijau di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama hingga saat ini. Pasalnya, pengembangan industri hijau tidak terlepas dari empat hal, yakni mulai dari proses, bahan baku, energi hingga limbah.
"Jadi, yang namanya industri pasti tidak terlepas dari proses, bahan baku, energi dan limbah. Nah, itu pula yang mungkin menjadi PR kami. Ketiga faktor tadi itu merupakan PR dari komitmen kami terhadap Kesepakatan Paris atau Paris Agreement pada 2015," ujar Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi dalam acara Green Economy Expo 2024: Advancing Technology, Innovation and Circularity di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, dipantau secara daring pada Kamis, 4 Juli.
Andi menyebut, saat ini pemerintah memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi secara nasional hingga 32 persen tanpa bantuan dan dengan bantuan sebesar 43 persen.
"Terkait dengan industri, terutama ada tiga sektor. Pertama adalah energi, waste, kemudian industrial process and production use," katanya.
Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) sudah diamanatkan bahwa setiap industri harus melakukan efisiensi dari sumber daya.
"Jadi, dari bahan baku dicari yang memang efisien, karena prinsipnya untuk industri itu atau pelaku usaha, kan, profit. Jadi, semakin efisien bahan bakunya, semakin besar profitnya," ucap Andi.
Namun demikian, kata Andi, juga harus memperhatikan dari sisi faktor fungsi lingkungan hidup. "Jadi, bahan bakunya sekarang mungkin dicari yang lebih environment friendly dan limbahnya lebih sedikit. Limbah lebih sedikit juga akan kembali kepada profit. Kemudian, tidak lupa juga terkait dengan Corporate Sosial Responsibility (CSR)," tuturnya.
Baca juga:
Dia mengaku, ada salah satu perusahaan tekstil atau garmen yang sudah melakukan daur ulang dari limbah yang dihasilkan. Menurut Andi, perusahaan tersebut tak hanya melakukan daur ulang pada limbah bahan tekstil saja, tetapi juga pada palet-palet yang digunakan untuk packing.
"Jadi, kami pernah datang ke salah satu perusahaan tekstil atau garmen, ternyata dari palet-palet yang digunakan untuk packing itu mereka daur ulang juga dan bahkan jadi satu kerajinan yang memiliki nilai ekspor dan memang semuanya diekspor," jelas Andi.
"Ternyata, nilai tambahnya luar biasa. Walaupun hanya terbuat dari limbah tekstil maupun limbah dari palet," tambahnya.
Menurut Andi, perusahaan tekstil tersebut bisa menjadi contoh bagi yang lainnya agar pengembangan industri hijau di Indonesia bisa benar-benar diterapkan. "Nah, ini yang kami dorong dalam melaksanakan amanat dari RIPIN," imbuhnya.