Komisi VII DPR Minta Pemerintah Berhemat karena Bengkaknya Subsidi BBM
JAKARTA - Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto meminta kepada pemerintah untuk menghemat pengeluaran negara akibat membengkaknya subsidi energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM), di tengah melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS.
"Sebagaimana juga zaman dulu, misalnya proyek-proyek mercusuar dan sebagainya itu ditangguhkan, mengingat dalam waktu dekat ini sudah barang tentu implikasinya luar biasa," ujar Sugeng dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 1 Juli.
Sugeng juga meminta kepada pemerintah untuk mengkaji secara serius terkait subsidi BBM. Kajian diperlukan untuk mengurai masalah subsidi yang dirasa semakin mencekik APBN.
Menurut Sugeng, masalah lain muncul karena harga produksi BBM yang meningkat. Harga produksi BBM jenis pertalite naik dari Rp12.400 menjadi Rp13.500 per liter. Angka itu, kata dia, lebih tinggi Rp3.500 dibandingkan dengan harga jual di SPBU Pertamina, yakni Rp10.000 per liter.
"Pertalite dengan harga jual Rp10.000 (per liter), itu harga produksinya kurang lebih Rp12.400. Bahkan, akhir-akhir ini akan naik kurang lebih menjadi Rp3.500. Jadi Rp13.500 harga realnya," ucap dia.
Sugeng menilai selisih harga produksi dan harga jual tersebut memberi beban berat bagi Pertamina, terutama bila penyaluran Pertalite melebihi kuota yang telah ditentukan pada 2024 yakni 31 juta kilo liter.
"Setiap liternya itu kurang lebih Rp3.500 dikalikan 31 juta kiloliter. Itu untuk Pertalite di 2024 ini kami targetkan demikian. Dan prognosa yang ada itu tampaknya akan terlampaui, bahkan menjadi 32 juta kiloliter. Nah, ini kan beban juga bagi korporasi sebagaimana saya kemukakan tadi," kata Sugeng.
Baca juga:
Selain Pertalite, kata Sugeng, BBM jenis solar juga mengalami masalah yang sama. Harga keekonomian solar mencapai Rp12.100, sementara harga jual di SPBU hanya Rp6.800. Padahal, subsidi dari pemerintah hanya Rp1.000 per liter.
"Solar ini juga sudah mengalami problem yang cukup serius, karena subsidi Solar kita tetapkan antara Rp1.000–Rp3.000, malah ditetapkan oleh pemerintah Rp1.000 per liter. Nah inilah juga yang terus-menerus kita hitung," kata Sugeng.