Bahas Pasal Multitafsir, Ahli Hukum Pidana Hingga Sosiolog Beri Masukan ke Tim Kajian UU ITE

JAKARTA - Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menampung berbagai masukan dari pakar hukum pidana, hukum siber hingga sosiolog melalui forum group discussion (FGD) pada Selasa, 16 Maret.

"Kami mengundang 8 orang narasumber masing masing dari akademisi, baik dari ahli hukum pidana, maupun dari pakar cyber law, dan juga sosiolog," ujar Ketua tim Sugeng Purnomo dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 17 Maret.

Sejumlah narasumber yang terlibat dalam kegiatan tersebut adalah pakar hukum pidana UGM Marcus Priyo Gunarto, pakar hukum pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji, Dekan Fakultas Hukum UI Edmon Makarim.

Selanjutnya, Rektor UNS Jamal Wiwoho, Sosiolog UI Imam Prasodjo, pakar hukum pidana UII Mudzakir, pakar cyber crime Universitas Padjajaran Sigid Susesno, dan pakar hukum pidana UI Teuku Nasrullah.

Menurut Sugeng, dalam FGD ini para narasumber banyak menyinggung terkait dengan urgensi dari pasal-pasal yang menurut para narasumber menjadi pasal multitafsir.

"Pada dasarnya pasal-pasal yang dipersoalkan adalah pasal-pasal yang  memang diatur di dalam KUHP atau tindak pidana di luar KUHP, misalnya mulai dari pasal 27 ayat 1 sampai dengan ayat 4 kemudian Pasal 28 dan Pasal 29. Ini yang menjadi bahan diskusinya," ungkapnya.

Deputi III Kemenko Polhukam ini menambahkan, banyak usulan para narasumber yang menarik untuk di diskusikan. Misalnya, kata Sugeng, ada saran agar pasal-pasal yang diatur dalam KUHP cukup ditarik dan dimasukan di dalam UU ITE kemudian diperberat ancaman pidananya. Kemudian ada juga usulan untuk memformulasi ulang  pasal-pasal tersebut dengan menggunakan sarana IT.

"Dan yang tidak kalah pentingnya tentang ketentuan di Pasal 36, dimana apabila terjadi pelanggaran di pasal-pasal sebelumnya, apabila menimbulkan kerugian itu diancam hingga 12 tahun. Padahal di dalam UU ITE sendiri tidak pernah disebutkan itu kerugian apa, sedangkan di dalam domain hukum pidana apabila kita bilang ada kerugian, maka kerugian itu sifatnya hanya materil, bukan immateril. Nah, ini tidak ada batasan, di dalam pasalnya maupun di bagian penjelasan," paparnya.

Masukan-masukan yang telah diberikan dari narasumber, ungkap Sugeng, khususnya para akademisi akan sangat bermanfaat bagi tim di dalam penyusunan laporan akhir.

"Saya berharap tim bisa bekerja sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Sehingga surat keputusan atau yang ditujukan kepada tim bisa selesaikan satu bulan lebih cepat dari target yang sebelumnya disebutkan," pungkasnya.

>